klik saja

Definisi Masyarakat Adat

Posted by

Apa Definisi Masyarakat Adat?

Salam Jumpa kawan-kawan, kembali lagi bersama Sistem Pengetahuan Sosial. Kali ini dalam sistem pengetahuan sosial dijelaskan tentang definisi masyarakat adat dan bagaimana sebenarnya definisi masyarakat adat dalam sistem sosial. Berikut penjelasan definisi masyarakat adat itu...>>>
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.
Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660). "Adat" berasal dari bahasa Arab عادات, bentuk jamak dari عادَة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan".
Di Indonesia kata Adat baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya kata ini hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan agama Islam pada sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat dibaca pada Undang-undang Negeri Melayu.
Definisi Masyarakat Adat merupakan istilah umum yang dipakai di Indonesia untuk paling tidak merujuk kepada empat jenis masyarakat asli yang ada di dalam negara-bangsa Indonesia. Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli Indonesia menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya menyangkut hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan.
Definisi Masyarakat adat adalah masyarakat pribumi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa secara praktis dan untuk kepentingan memahami dan memaknai Deklarasi ini di lapangan, maka kata "masyarakat adat" dan "masyarakat/penduduk pribumi" digunakan silih berganti dan mengandung makna yang sama. Pandangan yang sama dikemukakan dalam merangkum konsep orang-orang suku dan populasi/orang-orang asli dari Departemen Urusan Sosial Ekonomi PBB dengan merujuk kepada Konvensi ILO 107 (1957) dan 169 (1989).
Definisi Masyarakat Adat

Sem Karoba menyatakan dalam bukunya yang menerjemahkan Deklarasi Masyarakat Hak Asasi Adat (atau Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Masyarakat Adat, atau disebut juga Deklarasi Masyarakat Adat) menyatakan "secara praktis ternyata mereka yang menyebut dirinya sebagai orang asli atau orang suku menyetujui agar kedua istilah ini digunakan secara sinonim:
Many of these peoples refer to themselves as “indigenous” in order to fall under discussions taking place at the United Nations. For practical purposes the terms “indigenous” and “tribal” are used as synonyms in the UN system when the peoples concerned identify themselves under the indigenous agenda.
Kebanyakan dari mereka yang menyebut diri sebagai "bumiputra" agar mereka dapat dimaksukkan ke dalam diskusi-diskusi yang sedang belangsung di tingkat PBB. Untuk tujuan praktis istilah "bumiputra" dan "masyarakat adat" dipakai sebagai sinonim dalam sistem PBB, saat orang-orang yang bersangkutan mengidentifikasi diri mereka di bawah agenda masyarakat asli.
Masih ada debat panjang tentang makna kedua istilah secara semantik, normatif, kronologis, politis dan sebagainya, tetapi secara praktis masyarakat yang merasa dirinya sedang ditangani dan dilayani lewat Deklarasi ini mengidentifikasi diri mereka sebagai bumiputra (indigenous). Dalam Konvensi ILO dan Deklarasi ini sendiri disebutkan bahwa identifikasi diri sendiri dari masyarakat merupakan kunci dalam menempatkan sebuah entitas sosial sebagai masyarakat adat. Idenfitikasi diri merupakan hak dasar yang dijamin dalam berbagai hukum universal yang sudah berlaku sejak pendirian PBB. Dalam Konvensi ILO No.169 tahun 1986 menyatakan bahwa: bangsa, suku, dan masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki jejak sejarah dengan masyarakat adat sebelum masa invasi dan penjajahan, yang berkembang di daerah mereka, menganggap diri mereka beda dengan komunitas lain yang sekarang berada di daerah mereka atau bukan bagian dari komunitas tersebut. Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari masyarakat dan bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan daerah leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya; sebagai dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu sukubangsa, sesuai dengan pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka.
Ciri-ciri masyarakat adat menurut UU No. 41 tahun 1999 adalah: 1) Terikat dan patuh pada satu hukum adat tertentu. Keterikatan ini berwujud hukum lisan dan tulisan yang dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi. 2). Ada Lembaga Adat yang merupakan struktur lembaga formal/informal yang jelas dan diwujudkan dalam bentuk balai adat atau yang lainnya. Struktur lembaga adat yang sifatnya informal tetapi dipatuhi dan menjadi bagian dari kehidupan menyeluruh masyarakat adat. 3). Ada wilayah hukum adat yang jelas batasnya yang biasanya menggunakan batas alam. 4). Masih melakukan pemungutan hasil hutan diwilayah hutan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sekianlah penjelasan tentang definisi masyarakat adat dan bagaimana sebenarnya definisi masyarakat adat dalam sistem sosial. Semoga dapat memberikan manfaat untuk para pembaca sistem pengetahuan sosial. Salam Jumpa, Tetap Semangat dan selalu ikuti artikel - artikel kami di  http://sistempengetahuansosial.blogspot.com/.

Sumber Referensi :
  • Adhan, S., 2005, “Islam dan Patuntung di Tanah Toa Kajang: Pergulatan Tiada Akhir”, dalam Hikmat Budiman, ed., Hak-Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia, Jakarta: Yayasan Interseksi bekerjasama dengan Tifa Foundation.
  • Adimihardja, K. (2000). Orang Badui di Banten Selatan: Manusia air pemelihara sungai, Jurnal Antropologi Indonesia, Th. XXIV, hal 47 – 59.
  • Aly, Lila Fitri, 1988., Suku Kajang: berhitam-hitam di Bulukumba, Sarinah Edisi 151, tgl. 4 Juli, hal 14, 48 dan SO.Jakarta.
  • Akib, Yusuf., 2008. Ammatoa komunitas berbaju hitam, Pustaka Refleksi, Makassar.
  • Endraswara, Suwardi, 2003. Metode Penelitian Kebudayaan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • Garna, Y. (1993). Masyarakat Badui di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
  • Ibrahim, T., 2001, Pasang: Studi Kelembagaan yang Menunjang Pelestarian Sumber Daya Alam Hutan di desa Tana Toa, Pasca sarjana Unhas, Makassar.
  • Katu, Samiang., 1996, Pasang ri Kajang (Kajian Pemikiran Dari Sudut Teologis), Tesis Banda Aceh: Program PascaSarjana IAIN Ar-Raniry.
  • Koentjaraningrat, 1977., Beberapa pokok Anthropologi Sosial, cet. III; Jakarta: PT. Dian Rakyat.
  • Makalah untuk disajikan dalam "Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah". Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB. 5 Juli 2002.
  • Mattulada, HA. 1997. Sketsa Pemukiman Tentang Kebudayaan, Kemanusiaan dan Lingkungan hidup, Hasanuddin University Press, Ujung pandang.
  • Muttalib, M. Abdul 1988. Arti Positif Sikap Isolasi Masyarakat Kajang, (Makalah), Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan, Ujung Pandang.
  • Nirwana, 2010. Kearifan Lokal Masyarakat danau tempe dalam pengelolaan lingkungan, Sosek_UH, Makassar.
  • Permana, C.E. (2001). Kesetaraan gender dalam adat inti jagat Badui, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
  • Purwanto dkk., 2003, Praktek  Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Hutan Masyarakat Tradisional Kampung Naga, Jurnal Pengelolaan DAS, Surakarta.
  • Salle, kaimuddin, 1999, Kearifan Lingkungan Menurut Pasang, Disertasi, Pasca sarjana unhas, Ujung pandang.
  • Usop, KMA. M. 1985. Pasang ri Kajang:Kajian Sistem Nilai Masyarakat Ammatoa dalam Agama dan Realitas Sosial. Diterbitkan untuk Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, Hasanuddin University Press.
  • Syahyuti, 2003., Bedah Konsep Kelembagaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Bogor.
  • Soekanto, Soerjono, 1977., Sosiologi Suatu Pengantar. cet. IV; Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Sistempengetahuansosial Updated at: 10:15:00 AM

Cari di Google