klik saja

Sifat-Sifat Inovasi

Posted by

Apa Sifat-Sifat Inovasi?

Haii sahabat Sistem Pengetahuan Sosial, Kali ini kami membagikan artikel tentang sifat-sifat inovasi. Semoga dengan belajar sifat-sifat inovasi para sahabat sistem pengetahuan sosial dapat mengerti dengan inovasi itu seperti apa dan juga dapat mengerti pengertian inovasi. Selamat Belajar...>>>
Dapat kita katakan bahwa inovasi seperti team teaching lebih mirip sifatnya (menurut pandangan masyarakat dengan matematika modern, dari taman kanak-kanak. Sistem klasifikasi secara umum ini merupakan suatu hasil akhir dari riset difusi mengenai sifat-sifat inovasi. Kita belum mencapai tujuan ini tetapi yang disajikan dalam tulisan ini merupakan salah satu pendekatan kearah sana.
Setiap sifat secara empiris mungkin saling berhubungan satu sama lain tetapi secara konseptual mereka itu berbeda. Pengemukaan 5 sifat inovasi tersebut didasarkan pada tulisan-tulisan dan riset-riset yang telah ada, dan berdasarkan hipotesa. Kelima sifat inovasi itu adalah :
  1. Keuntungan relatif
  2. Kompatibilitas
  3. Kompleksitas
  4. Triabilitas
  5. Observabilitas
Sifat-sifat inovasi tersebut berdasarkan pengamatan penerima, bukan menurut klasifikasi para ahli atau agen pembaru dan sifat inovasi inilah yang mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi. Seperti halnya keindahan, inovasi hanya ada dalam pandangan penontonnya;  dan persepsi penonton itulah yang mempengaruhi tingkah lakunya. 

1. Keuntungan Relatif

Keuntungan relatif adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan ekonomis. Tetapi dimensi keuntungan relatif bisa juga diukur dengan cara lain. Misalnya salah satu kelebihan (dilihat dari keuntungannya) 
Krisis
Keuntungan relatif suatu ide baru mungkin lebih kentara dengan adanya suatu krisis. Wilkening (1952) menyelidiki pengaruh krisis iklim terhadap pengadopsian alat pengering rumput di kalangan petani Wisconsin. Pengadopsian inovasi beranjak dari 16% pada tahun 1950 menjadi 48% pada tahun 1951.
Hujan dan musim dingin pada tahun 1951 menyebabkan pengawetan jerami menjadi sulit, sehingga banyak petani yang menggunakan alat pengering rumput.  Adanya keuntungan relatif suatu inovasi (alat pengering rumput) belum terasa pada tahun 1951, karena cuaca yang baik mungkin tidak mempunyai pengaruh yang cukup kuat sehingga para petani masih bisa mengeringkan rumput tanpa menggunakan cara baru. Suatu krisis menyebabkan keuntungan relatif suatu inovasi lebih menonjol, dan karena itu mempengaruhi kecepatan adopsinya.
Penyelidikan yang lain menunjukkan banyak suatu peristiwa tertentu mungkin menyurutkan kecepatan pengadopsian suatu inovasi. Bagaimanapun anggota sistem sosial berusaha menambah hal yang hilang setelah krisis berlalu. Adler (1955) menemukan bahwa depresi dan peperangan menyurutkan pengadopsian inovasi-inovasi pendidikan tetapi sekolah-sekolah yang ia kaji mempercepat pengadopsian inovasi setelah krisis berlalu. 
Keuntungan relatif dan kecepatan adopsi
Dalam suatu segi, keuntungan relatif menunujukkan intensitas imbalan atau hukuman yang ditimbulkan oleh pengadopsian suatu inovasi. Ada beberapa sub-dimensi keuntungan relatif yang tak diragukan lagi, ialah : tingkat keuntungan ekonomis, rendahnya biaya permulaan, resiko nyata lebih rendah, kurangnya ketidaknyamanan, hemat tenaga dan waktu, dan imbalan yang segera dapat diperoleh. Faktor yang terakhir itu mungkin menjelaskan kenapa inovasi yang preventif biasanya kecepatan adopsinya rendah, seperti : ide ikut asuransi, penggunaan cara KB, suntikan pencegah wabah penyakit, dsb. Keuntungan relatif dari inovasi tersebut sulit didemonstrasikan kemanfaatannya oleh agen pembaru kepada kliennya, karena hasilnya baru dapat dirasakan pada masa yang akan datang (tidak segera).
Dari penyelidikan yang ada menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keuntungan relatif dengan kecepatan adopsi. Artinya lebih besar keuntungan relatif suatu inovasi menurut pengamatan masyarakat, semakin cepat inovasi itu diadopsi. Kebanyakan para ahli ilmu sosial menyatakan bahwa indikator keuntungan relatif yang paling menonjol pengaruhnya adalah keuntungan yang bersifat ekonomis. Tetapi tak selamanya begitu; dimensi keuntungan relatif yang non ekonomis seperti prestise sosial dan penerimaan sosial dapat pula diharapkan sebagai penjelas kecepatan adopsi. Walaupun daging sapi di india dimurahkan sampai setengahnya, orang-orang Hindu tak akan membeli dan memakannya. Peningkatan keuntungan relatif suatu inovasi (terutama yang ekonomis) harus agak luar biasa agar pengaruh kecepatan adopsinya lebih besar. Setidak-tidaknya 25% atau 30%. Masyarakat yang masih sederhana tidak mungkin membedakan apakah inovasi itu menguntungkan atau tidak jika keuntungan relatifnya hanya berbeda sekitar 5% atau 10%. Keterbatasan kemampuannya dalam memainkan angka dan skema perhitungan mereka yang kasar, lagi pula mereka kurang cerdik menggunakan cara ilmiah untuk memperoleh dari semua tindakan, membatasi kemampuan mereka dalam membuat pertandingan.
Kecepatan adopsi bagi kebanyakan orang mungkin tergantung pada aspek-aspek keuntungan relatif yang bersifat ekonomis tetapi hal ini tidak begitu cocok bagi masyarakat yang masih sederhana, dimana aspek-aspek non ekonomis dari keuntungan relatif dan kompatibilitas mungkin mempunyai signifikansi yang lebih-besar dalam menjelaskan kecepatan adopsi. 
Pengaruh insentif
Banyak lembaga pembaruan memberi insentif ekonomi atau subsidi kepada klien mereka untuk mempercepat pengadopsian inovasi. Fungsi insentif adalah untuk meningkatkan taraf keuntungan relatif suatu ide baru. Akan tetapi sering kali effek insentif itu agak mengecewakan. Begitu subsidi itu ditarik kembali, biasanya pengadopsian inovasi juga berhenti. Para penerima inovasi itu jelas menganggap insentif itu sebagai bagian terpisah dari keuntungan relatif itu sendiri, yang tidak menjamin terpeliharanya pengadopsian ide baru itu jika insentif itu dihentikan.
Insentif dapat diberikan dengan berbagai cara. Ada yang hanya dirancang untuk memungkinkan percobaan yang hanya dirancang untuk memungkinkan percobaan ide baru itu oleh warga masyarakat. Ilustrasi dalam hal ini adalah penggunaan sampel bebas untuk produk baru yang dilakukan oleh perusahaan dagang kepada calon pembelinya. Strategi yang dipergunakan disini adalah dengan memudahkan percobaannya, maka diharapkan si pencoba akan dapat menggunakan inovasi dalam skala luas.
Kebijakan insentif yang lain dirancang untuk menjamin pengadopsian oleh adopter pemula saja. Jika tingkat pengadopsian sudah mencapai 20 sampai 30% sistem sosial, pemberian insentif ekonomis dihentikan.
Sifat-Sifat Inovasi

2. Kompatibilitas (Keterhubungan Inovasi dengan Situasi Klien)

Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar dan resiko lebih kecil bagi penerima, dan membuat ide baru itu lebih berarti baginya. Suatu inovasi mungkin kompatibel dengan (1) nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultur, (2) dengan ide-ide yang telah diperkenalkan lebih dulu , dan (3) dengan kebutuhan klien terhadap inovasi.
Keterhubungan Dengan Nilai-Nilai
Kurang adanya kompatibilitas konsumsi daging sapi dengan nilai budaya yang ada di India telah mencegah pengadopsian ‘makan daging’. India berpenduduk sekitar 520 juta dan punya 200 juta sapi yang dipandang suci. Tidak ada sapi yang boleh disembelih, dan sapi perah yang baik tidak boleh diperah susunya. Kenyataan ini, ditambah lagi kurangnya lembu itu dari makanan bergizi, menyebabkan hasil rata-rata pemerahan susu hanya menghasilkan 900 pon setahunnya. Ahli-ahli nutrisi Amerika memperkenalkan susu kambing sebagai ganti susu sapi pada tahun 1964, karena makanan kambing hanya seperempat makanan sapi dan relatif lebih banyak menghasilkan susu. Tetapi, tidak kompatibelnya kambing dengan status sosial dan faktor keagamaan, pengadopsian ‘susu kambing’ itu tercegah. Penduduk desa di India menganggap ternak kambing sebagai usaha ‘Orang Paria’ saja, yang menduduki tingkat strata sosial yang paling rendah. Status sosial seseorang diukur dengan berapa banyak ia punya sapi. Karena itu inovasi yang akan meningkatkan tingkatan nutrisi jutaan fakir India, yakni peternakan kambing perah, ditolak karena tidak kompatibel dengan nilai budaya setempat.
Keterhubungan dengan ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya
Kompatibilitas suatu inovasi tidak hanya dengan nilai-nilai cultural yang telah tertanam kokoh di masyarakat, tetapi juga dengan ide-ide yang telah diterima sebelumnya. Kompatibilitas suatu inovasi dengan ide-ide sebelumnya dapat mempercepat atau menghambat kecepatan adopsi. Ide lama adalah alat untuk menaksir ide baru. Seseorang tidak dapat mengkaitkan inovasi dengan situasi dirinya kecuali berdasar sesuatu yang telah mereka kenal dan telah lama diketahui.
Kecepatan pengadopsian ide baru dipengaruhi oleh ide lama yang mendahuluinya. Jika suatu ide baru selaras betul dengan praktek yang ada, maka tidak ada inovasi, paling tidak dihati penerima. Dengan kata lain, suatu inovasi yang kompatibel adalah yang hanya menampakkan sedikit perubahan (dari kebiasaan sebelumnya ).
Kalau demikian, apa gunanya pengenalan inovasi  yang sangat kompatibel itu? jawabannya sangat berguna karena jika inovasi yang kompatibel itu dilihat sebagai langkah pertama dari serangkaian inovasi yang dimasukkan agen pembaru secara berurutan. Inovasi yang kompatibel akan meratakan jalan untuk inovasi berikutnya yang kurang kompatibel. 
Keterhubungan dengan kebutuhan klien
Salah satu indikasi kompatibel inovasi adalah sejauh mana inovasi itu dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan klien. Salah satu taktik bagi agen pembaru tentu saja dengan menentukan lebih dulu apa kebutuhan klien mereka, kemudian menyarankan sesuatu inovasi untuk memenuhi kebutuhan itu. Kesulitannya, bagaimana kita dapat mengetahui apa kebutuhan nyata yang mereka rasakan. Untuk ini agen pembaru harus memiliki tingkat empati yang tinggi dan akrab dengan klien mereka agar dapat memperkirakan kebutuhan klien secara tepat. Teknik-teknik seperti penyelidikan secara informal dalam kontak-kontak interpersonal dengan klien atau survei dapat dipergunakan untuk menentukan kebutuhan klien terhadap inovasi.
Tetapi seringkali klien tidak tahu bahwa mereka membutuhkan suatu inovasi karena mereka tidak mengetahui adanya ide baru itu dan atau effek apa yang ditimbulkan oleh inovasi itu. Dalam kasus ini agen pembaru dapat berusaha menumbuhkan kebutuhan diantara kliennya, tetapi ini harus dilakukan dengan hati-hati karena jika tidak, dikhawatirkan kebutuhan itu lebih banyak merupakan kebutuhan agen pembaru bukan kebutuhan kliennya. 
Kompatibilitas dan kecepatan inovasi
Lembaga penyuluhan pertanian di suatu desa di New Mexico memperkenalkan bibit jagung hibrida kepada kliennya. Empat puluh persen dari 84 penanam di salah satu desa setidak-tidaknya menanam sebagian dari bibit baru itu pada tahun 1946, dan hasilnya luar biasa. Hasil yang mereka peroleh dua kali lipat dari yang diperolehnya ketika menanam bibit biasa. Pada tahun berikutnya lebih dari separuh penduduk kampung sudah menanam jagung hibrida, dan petugas penyuluh merasa bahwa kampanyenya telah berhasil. Tetapi pada tahun 1948, separuh dari penanam jagung hibrida itu ternyata tidak melanjutkan penggunaan bibit baru itu. Pada tahun berikutnya hanya 3 petani saja yang masih menanam jagung hibrida, mungkin mereka itu teman akrab si petugas penyuluh.
Mengapa inovasi itu gagal (ditinggalkan) setelah mengalami perkembangan yang begitu pesat dalam kecepatan adopsinya? Jawabannya, bukan karena secara teknis inovasi itu kurang baik. Observasi yang cermat telah dilakukan oleh petugas penyuluh untuk menjaga keberhasilan inovasi; tanah setempat diuji untuk mengetahui cocok tidaknya jika ditanami jagung jenis baru itu. Dia juga membuat plot demonstrasi di dekat desa pada awal tahun, dan menunjukkan hasil panen tiga kali lebih besar dari pada jika menggunakan bibit jagung biasa. Jadi jagung hibrida itu mempunyai tingkat keuntungan relatif yang sangat tinggi.
Para petani di New Mexico itu tidak melanjutkan penggunaan inovasi adalah karena istri-istri mereka tidak menyukai jagung jenis baru itu. Mereka menanam jagung untuk dibuat “tortilla” (sejenis roti dari jagung), dan yang disukai adalah roti jagung yang tawar. Jagung hibrida mengandung rasa yang asing dan menurut mereka tidak cocok dibuat tortilla. Norma-norma sosial desa itu menyukai tortilla dari jagung jenis lama. Jika agen pembaru juga mempertimbangkan norma-norma setempat sebagaimana ia mempertimbangkan kondisi tanah, mungkin ia berhasil. Dia mengabaikan ketidak-cocokan (incompatibility) jagung hibrida itu dengan kesukaan masyarakat setempat dalam hal rasa, sehingga akibatnya inovasi itu gagal.
Akibat lebih lanjut, promosi agen pembaru mengenai inovasi lainnya pada masa mendatang juga akan tidak dipedulikan oleh masyarakat. Negatifisme inovasi semacam itu merupakan kompatibilitas yang tak diinginkan. Jika suatu ide gagal, klien akan terbiasa menganggap semua inovasi berikutnya dengan pandangan dan pengertian yang serupa, yakni kecemasan. Inovasi yang gagal dapat menjadi racun bagi pengadopsian inovasi lain yang akan diperkenalkan. Suatu ilustrasi mengenai hal ini berasal dari penelitian di India. Alat-alat kontraseptik yang ditawarkan telah ditolak oleh penduduk desa karena mereka takut agen-agen KB itu mencoba menghentikan kelahiran sama sekali. Pada saat mencoba berikutnya, suatu team kesehatan masyarakat datang ke desa itu ditolak karena orang desa menganggap petugas cacar itu menjadi bagian dari kampanye alat kontrasepsi yang telah mereka cap negative. Jadi adanya asosiasi negative (tak menyenangkan) antara vaksinasi dengan inovasi (kontrasepsi) yang sebelumnya ditolak, menghalangi pengadopsian vaksinasi itu.
Foster (1962) menyitir suatu ilustrasi dimana suatu inovai dapat diperbesar kompatibilitasnya dengan merubah fungsinya, sehingga mempercepat pengadopsian. Ibu-ibu rumah tangga di Sisilia biasanya mencuci pakaian keluarga mereka di dekat mata air bersama wanita-wanita desa lainnya sambil mengobrol. Ketika mesin pencuci dipasang dirumah masing-masing, para ibu rumah tangga itu merasa tidak bahagia karena kehilangan kesempatan untuk berkumpul dan ngobrol bersama rekan-rekannya. Agen pembaru yang cerdik memindahkan semua mesin pencuci pakaian itu ke suatu lokasi yang terpusat sehingga ibu-ibu itu mendapatkan kembali kesenangan mereka untuk mengobrol di warung kopi dekat lokasi itu sambil menunggu cucian mereka.
Banyak lagi hasil penelitian  yang menunjukkan bahwa keterhubungan inovasi dengan situasi klien berhubungan positif dengan kecepatan pengadopsiannya. Akan tetapi analisa statistik terhadap hal ini menunjukkan bahwa kompatibilitas inovasi relatif kurang penting dalam memprediksi kecepatan inovasi dibandingkan dengan keuntungan relatif. 
Paket Inovasi
Inovasi sering tidak dipandang sebagai suatu yang tunggal (berdiri sendiri) oleh seseorang, melainkan sebagai suatu paket atau komplek ide-ide baru yang saling berkaitan. Pengadopsian satu ide baru bisa merupakan pemetik picu bagi pengadopsian beberapa ide baru lainnya.
Salah satu pendekatan yang berusaha menunjang kecenderungan ini adalah apa yang dinamakan “program-program paket“ di India, Pakistan dan Meksiko yang dipercaya akan menghasilkan revolusi hijau dalam produksi makanan. Seperangkat inovasi pertanian yang biasanya terdiri dari bibit unggul, pemupukan dan obat-obatan hama (di Indonesia dikenal dengan panca usaha tani, pent) dsb, dipujikan kepada petani. Asumsinya bahwa penduduk desa akan lebih mudah dan lebih cepat mengadopsi paket itu jika inovasi-inovasi itu dikampanyekan satu persatu. Dan lagi, dengan mengadopsi semua inovasi itu sekaligus petani akan memperoleh hasil-hasil dari keseluruhan inovasi itu ditambah dengan effek-effek interaksi antara inovasi satu dengan lainnya.
Sayangnya pendekatan paket ini hanya sedikit dilandasi hasil peneyelidikan empiris, walaupun ia dapat dikembangkan secara intuitif. Mestinya paket inovasi itu harus didasarkan pada hubungan antara kondisi biologis tanah dengan pertumbuhan, tetapi hal itu belum dilakukan. Agaknya pemaketan inovasi itu hanya melalui prosedur yang sederhana yaitu dengan melihat inter-korelasi diantara masa pengadopsian oleh petani (atau persepsi mereka) terhadap seperangkat inovasi, kemudian ditentukan inovasi - inovasi mana yang dapat dikelompokkan.

3. Kompleksitas (kerumitan inovasi)

Kompleksitas adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan ke dalam kontinum  “rumit sederhana”. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan orang lainnya tidak. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang maka akan makin lambat pengadopsiannya.

4. Triabilitas (dapat dicobanya suatu inovasi)

Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan memperkecil resiko bagi adopter. beberapa inovasi tertentu mungkin lebih sulit untuk dicoba dulu dari pada inovasi lainnya. Contoh inovasi yang “ambil atau tinggalkan” misalnya adalah penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi. Walaupun tidak banyak bukti penelitian, dapat disimpulkan bahwa dapat dicobanya suatu inovasi menurut anggapan anggota sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya.

4. Observabilitas (dapat diamatinya suatu inovasi)

Observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil inovasi-inovasi tertentu mudah dilihat dan dikomunikasikan kepada orang lain sedangkan beberapa lainnya tidak. Dapat disimpulkan bahwa observabilitas suatu inovasi menurut anggapan anggota sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya.
Satu ilustrasi mengenai kesimpulan ini adalah kasus obat pembasmi rumput pengganggu tanaman yang disemprotkan di ladang; obat ini membasmi rumput sebelum ia sempat tumbuh di atas tanah. Kecepatan adopsi ide baru ini di kalangan petani Mid Western sangat lambat walaupun inovasi itu mempunyai  keuntungan relatif, karena tidak tampak adanya rumput yang mati di ladang petani yang menggunakan obat itu.
Sekianlah artikel tentang sifat-sifat inovasi dalam sistem sosial. Semoga dapat berguna dan bermanfaat untuk para sahabat sistem pengetahuan sosial. Semangat Belajar, Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya dan tetap ikuti kami di http://sistempengetahuansosial.blogspot.com/.
Sumber Referensi :
Hawkins, H.S. dan A. W. van den Ban. 2012. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisus: Yogyakarta
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Sistempengetahuansosial Updated at: 5:00:00 PM

Cari di Google