klik saja

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Mina Padi Dan Usahatani Padi Monokultur (Skripsi)

Posted by

SKRIPSI dengan Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Mina Padi Dan Usahatani Padi Monokultur

I.    PENDAHULUAN

1.1.    Latar belakang
Komoditas hortikultura merupakan komoditi yang sangat prospektif, baik untuk mengisi kebutuhan pasar domestik maupun internasional mengingat potensi permintaan pasarnya baik di dalam maupun di luar negeri besar dan nilai ekonominya yang tinggi.
Kentang adalah salah satu komoditi bahan pangan yang sangat potensial dan perspektif di Indonesia. Kentang pada hakekatnya dapat menjadi bahan pangan alternatif pengganti bahan pangan pokok (beras) di Indonesia karena kentang mempunyai kandungan zat karbohidrat yang tinggi. Bahkan untuk kalangan tertentu (penderita diabetes, misalnya), kentang merupakan makanan pokok untuk diet, karena kandungan kadar gulanya yang rendah. Singkatnya, kentang merupakan komoditas yang penting dan mampu berperan untuk memenuhi gizi masyarakat.
Akan tetapi masalahnya adalah karena kentang masih lebih mahal harganya dibandingkan dengan beras, di sisi lain daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia relatif rendah. Faktor lainnya yang paling mendasar adalah produksi kentang di Indonesia masih kurang dibandingkan dengan permintaan masyarakat. Rata-rata produktivitas kentang di Indonesia saat ini baru mencapai 10 ton per hektar, sementara produktivitas potensialnya dapat mencapai 35 hingga 40 ton per hektar.
Kabupaten Bantaeng merupakan daerah sentra pengembangan kentang di Sulawesi Selatan. Adapun luas lahan dan jumlah produksi kentang di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Jumlah Produksi dan Rata-Rata Produktivitas Kentang di Kabupaten Bantaeng tahun 2002-2006.

NO
TAHUN LUAS PANEN (Ha) PRODUKSI (Ton) PRODUKTIVITAS (Ton/Ha)
1 2002 83 786 9.47
2 2003 93 811 8.72
3 2004 107 1.333 12.46
4 2005 135 2.104 15.58
5 2006 323 4.874 15.09
SumBer : Dinas Pertanian Bantaeng, 2008
Dari data produksi di atas, dapat dilihat bahwa produktivitas usahatani kentang mengalami penurunan dari tahun 2002-2004. Peningkatan produksi kentang secara signifikan dapat dilihat pada tahun 2005 dan 2006 dimana petani sudah mulai menggunakan benih kultur jaringan. Benih kultur jaringan mulai dibudidayakan pata tahun 2000, dan selanjutnya mulai digunakan oleh petani pada tahun 2004.
Tahun 1970-1980 sebenarnya merupakan masa kejayaan kentang di Kabupaten Bantaeng, dimana petani dapat menghasilkan produksi kentang secara melimpah. Namun pada tahun 1990-an ke atas, kentang di Kabupaten Bantaeng tidak bisa lagi berproduksi tinggi akibat beberapa faktor antara lain serangan hama dan penyakit karena benih yang digunakan sudah terlalu tua dan generasinya sudah tidak terkontrol. Penyakit yang paling menonjol yang melanda tanaman kentang di Kabupaten Bantaeng adalah phytophthora atau busuk hitam, gejalanya yaitu daunnya seperti tersiram air panas dan penyakit layu bakteri. Kedua penyakit itu telah menyebar luas di lahan-lahan petani karena penyebarannya bisa disebabkan oleh angin dan bisa melalui perantaraan air.
Faktor lainnya adalah budidaya kentang yang diterapkan tidak tepat dimana petani berusahatani kentang hampir sama dengan jagung. Tanpa diawali dengan pembuatan bedengan atau guludan sehingga tanahnya padat, dan menyebabkan kentang tidak leluasa untuk menumbuhkan akarnya. Akibatnya tanaman kentang tidak dapat membuat umbi yang besar dan banyak. Hal itulah yang melatarbelakangi pemerintah Kabupaten Banteang bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin dalam hal ini Prof. Dr. Ir. Baharuddin, Kepala Laboratorium Biotek Pertanian Universitas Hasanuddin untuk membuat generasi tanaman kentang baru dengan teknologi Kultur Jaringan.
Benih kentang hasil teknologi sistem kultur jaringan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi kentang. Kalau dulu hasil produksi kentang hanya mencapai maksimal 5 ton per hektar, sekarang bisa mencapai 10 hingga 30 ton per hektar.
Namun demikian, keberhasilan pemanfaatan teknologi kultur jaringan ini ternyata juga berdampak lain. Lambat laun warna aktivitas usahatani kentang di daerah ini mengalami perubahan. Petani yang sebelumnya memproduksi kentang konsumsi, kebanyakan kini lebih memilih menjadi petani penangkar bibit kentang. Petani penangkar tersebut memproduksi bibit kentang G3 dan G4 dari hasil perbanyakan bibit kentang hasil kultur jaringan Generasi Pertama (G1) atau Generasi Kedua (G2). Hasil produksi itu di pasarkan ke luar daerah serta ke petani lain yang masih tetap berusahatani kentang konsumsi.
Perlu diketahui bahwa harga bibit kentang hasil kultur jaringan Generasi Pertama (G1) dan Generasi Kedua (G2) yang biasa digunakan oleh para petani penangkar, lebih mahal dibandingkan harga bibit lokal yang biasa digunakan petani dalam usahatani kentang konsumsi. Jadi dalam proses usahataninya, petani usahatani kentang konsumsi yang memilih untuk beralih menjadi penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan tentunya akan mengalami peningkatan biaya produksi. Akibatnya timbul pertanyaan, bagaimana perbandingan pendapatan yang diperoleh petani kentang ketika masih berusahatani kentang konsumsi dengan pendapatan yang diperoleh setelah mereka beralih menjadi penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan?
Selanjutnya, perlu pula diketahui bahwa faktor produksi usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan tidak hanya berupa bibit saja, melainkan terdapat faktor-faktor produksi lain berupa lahan, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Pengaruh faktor-faktor produksi tersebut terhadap produksi usahatani berbeda satu sama lain. Dengan mengetahui pengaruh masing-masing faktor-faktor produksi tersebut maka akan memudahkan para petani dalam membuat perencanaan produksi, memperkirakan resiko yang mungkin terjadi, serta membuat berbagai kebijakan usahataninya secara cermat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu melakukan serangkaian penelitian mengenai hal ini. Kegiatan penelitian diharapkan bisa memperoleh informasi mengenai perbandingan pendapatan usahatani serta pengaruh faktor-faktor produksi terhadap besarnya produksi pada masing-masing usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
1.2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa besar perbedaan pendapatan yang diperoleh petani kentang kentang konsumsi dengan pendapatan penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan?
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap produksi usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan?
1.3.    Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui berapa besar perbedaan pendapatan yang diperoleh petani kentang konsumsi dengan pendapatan penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan.
2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap produksi usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi bagi petani yang dapat membantu menetapkan alternatif yang paling menguntungkan dalam penggunaan modal.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka pengembangan usaha Penangkaran Bibit Kentang, agar pendapatan petani dapat ditingkatkan, sesuai dengan sasaran pembangunan di sektor pertanian dan dapat mendukung sektor lain yang terkait.
3. Sebagai media pengembangan diri bagi penulis dan bahan pembanding dalam melaksanakan penelitian yang sama di tempat berbeda, serta sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin.

II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Kentang
Kentang (Solanum tuberosum) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan (Wikipedia Indonesia, 2008:1).
Kentang merupakan bagian dari lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras dan terigu. Kentang mempunyai kandungan zat karbohidrat yang tinggi seperti yang terkandung dalam beras, jagung atau gandum.
Seperti diketahui tubuh manusia membutuhkan karbohidrat untuk beraktivitas. Karbohidrat menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh. Tubuh menggunakan karbohidrat seperti layaknya mesin mobil menggunakan bensin. Glukosa, karbohidrat yang paling sederhana mengalir dalam aliran darah sehingga tersedia bagi seluruh sel tubuh. Sel-sel tubuh tersebut menyerap glukosa dan mengubahnya menjadi tenaga untuk menjalankan sel-sel tubuh. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh, berperan penting dalam proses metabolisme dalam tubuh, dan pembentuk struktur sel dengan mengikat protein dan lemak (Wikipedia Indonesia, 2008:2).
Kentang selain mengandung karbohidrat, juga kaya vitamin C. Kadarnya mencapai 31 miligram per 100 gram bagian kentang yang dapat dimakan. Dengan mengkonsumsi 200 gram kentang, kebutuhan vitamin C sehari terpenuhi. Kalium yang dikandungnya juga bisa mencegah hipertensi. Selain itu kentang dapat dibuat minuman yang berkhasiat untuk mengurangi gangguan haid. Bahkan untuk kalangan tertentu (penderita diabetes, misalnya), kentang merupakan makanan pokok untuk diet, karena kandungan kadar gulanya yang rendah (Astawan, 2004).
Di daerah perkotaan, kentang memiliki nilai jual yang tinggi karena kentang sudah merupakan salah satu pilihan masyarakat kalangan atas sebagai pengganti beras. Mengingat banyaknya kegunaan kentang sehingga memiliki prospek untuk dikembangkan, apalagi kentang masih dianggap sebagai sayuran yang mewah.
2.2.    Kultur Jaringan Kentang
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, berupa sel, jaringan ataupun organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Lebih lanjut Yusnita (2003) menjelaskan bahwa berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara lebih spesifik terdapat beberapa tipe kultur, yaitu kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovum, kultur anter, dan kultur kuncup bungan. Namun, semua jenis kultur tersebut sering disebut dalam istilah umum, yaitu kultur jaringan.
Benih kentang yang dikembangkan dengan sistem kultur jaringan di Kabupaten Bantaeng adalah varietas Granola, Nikola, Atlantik, Raja, Herta, dan Bejo. Kegiatan kultur jaringan pada tanaman kentang di awali dengan melakukan survei lapangan untuk melihat tanaman kentang, hasilnya tampak beberapa tanaman yang tumbuh dengan bagus dan memiliki umbi yang tidak terserang hama dan penyakit yang kemudian dipilih sebagai sumber benih. Tanaman yang tidak terserang tersebut yang diambil umbinya, selanjutnya dilakukan uji hama dan penyakit di laboratorium. Setelah diuji dengan teknik serologi (ELISA) dan teknik molekuler DNA (PCR) kemudian dipropagasi melalui teknik kultur jaringan di laboratorium biotek Pertanian Universitas Hasanuddin. Hasil propagasi berupa tanaman kentang mini (planlet) dalam botol selanjutnya diaklimatisasi di dalam Rumah Ketat Serangga (RKS) menggunakan media tumbuh sekam bakar yang steril di Loka Bantaeng. Selanjutnya tanaman yang sudah tumbuh dan sehat diperbanyak dengan stek pucuk, tetapi apabila ditemukan terdapat gejala penyakit maka tanaman akan dimusnahkan. Hasil penggandaan planlet dengan stek pucuk selanjutnya di tanam pada media sekam bakar dan sistem aeroponik untuk menghasilkan G0 (Azis, 2006).
Lebih lanjut Azis (2006) mengemukakan bahwa setelah dihasilkan G0 selanjutnya akan dikembangkan G1 (Super elit) yang masih merupakan tanggung jawab Dinas Pertanian. Selanjutnya dikembangkan lagi G2 (benih dasar), G3 (pokok) dan G4 (benih sebar) yang diproduksi oleh petani penangkar yang terlatih dan diawasi Tim Ahli. Dimana Dinas Pertanian memberikan benih G1 kepada petani penangkar untuk dikembangkan menjadi G2 dengan sistem bagi hasil. Selain itu G3 dan G4 sudah dapat dipasarkan untuk dikembangbiakkan, seperti ke daerah Gowa, Enrekang, Jeneponto dan Manado..
2.3.    Konsep Biaya dan Pendapatan
Menurut Mosher (1991:69) setiap petani selalu memperhitungkan biaya dan hasil, betapapun primitif atau majunya metode bertaninya. Pertimbangannya mengenai biaya selalu mencakup jerih payah yang harus ia curahkan. Biaya tunai untuk peralatan dan dana-dana untuk berbagai resiko juga diperhitungkan.
Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunai misalnya upah kerja untuk biaya persiapan/penggarapan tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida yang lain. Biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga pajak-pajak (Ipeda) dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya bagian biaya produksi yang berupa uang tunai sangat mempengaruhi pengembangan usahatani (Mubyarto, 1994:71).
Selain penggolongan di atas Mubyarto (1994:72) juga membagi biaya produksi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variabel karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, biaya persiapan dan pengolahan tanah. Pajak dapat berupa biaya tetap jika besarnya ditentukan berdasarkan luas tanah (pajak tanah). Tetapi kalau pajak itu berupa iuran pembangunan daerah (Ipeda) yang besarnya misalnya ditentukan 5% dari hasil produksi netto, maka biaya itu termasuk biaya variabel.
Penentuan apakah suatu biaya tergolong biaya tetap atau biaya tidak tetap bergantung sebagian kepada sifat dan waktu pengambilan keputusan itu dipertimbangkan. Beberapa macam biaya tergolong kepada biaya tetap dalam kaitannya dengan suatu keputusan tetapi tidak tetap dalam kaitannya dengan yang lain. Misalnya sewa
Soekartawi (1994:60) mengemukakan bahwa keuntungan atau pendapatan didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya, dimana penerimaan total adalah banyaknya output dikalikan dengan harganya. Rumusnya adalah :
TR = Yx Py
Pd = TR - TC
Keterangan :
TR = Total Penerimaan
Y    = Produksi yang diperoleh dalam satuan usahatani Py = Harga Y Pd = Pendapatan Usahatani TC = Total pengeluaran
2.4.    Produksi dan Faktor-Faktor Produksi
Produksi yaitu proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk). Dalam kegiatan produksi terdapat fungsi produksi yaitu sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi. Fungsi produksi memberikan output maksimum dari tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik (Beattie, 1997).
Faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut "dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut dengan “input’ (Soekartawi, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a) Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya.
b) Faktor-faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan resiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.
Jenis usahatani serta potensi produksi pertanian ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat kita kelompokkan ke dalam iklim, sifat- sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Faktor iklim belum dapat dikuasai oleh manusia, kecuali dalam bentuk pembuatan fasilitas irigasi untuk pengairan sawah (Soetriono, dkk, 2003).
Keadaan ekologi atau lingkungan tanaman merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Lingkungan yang tidak cocok dapat menyebabkan tanaman tumbuh merana sehingga tidak produktif (Samadi, 2003).
Oleh karena itu, untuk mengelola usahatani kentang harus disesuaikan dengan keadaan iklim dan tanah sebagai syarat tumbuh tanaman tersebut. Pada umumnya kentang tidak dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam di dataran rendah. Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 m - 3000 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata hariuan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 18°C - 21°C dengan kelembapan 80% - 90%, dengan rata-rata curah hujan 1.500 mm per tahun. Keadan tanah yang baik dan sesuai untuk tanaman kentang adalah yang berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik dan subur. Sedangkan tekstur tanah yang cocok adalah tanah lempung ringan dengan sedikit kandungan pasir. Derajat keasaman tanah antara 5,0 - 7,0 (Samadi, 2003).
Lahan adalah suatu hamparan tanah, sedangkan tanah adalah produk dari pelapukan batuan bercampur dengan produk dari dekomposisi bahan organik. Tanah merupakan media tumbuh tanaman (Soetriono, dkk, 2003).
Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usahatani misalnya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian tanah pertanian selalu lebih luas daripada lahan pertanian (Soekartawi, 2003).
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usahatani dan usaha pertanian. Dalam usahatani misalnya pemilikan atau penguasaan laahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usahatani dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada penerapan teknologi. Karena pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi cenderung berlebihan, dan menjadikan usaha tidak efisien. Petani kurang perhitungan terutama dalam pemberian masukan seperti pupukmisalnya. Padahal sebenarnya pada lahan sempit justru seharusnya efisiensi usaha lebih mudah diterapkan, karena mudahnya pengawasan dan penggunaan masukan, kebutuhan tenaga kerja sedikit serta modal yang diperlukan juga lebih sedikit dan lebih mudah diperoleh. Tetapi kenyataan di lapangan justru hal yang pertama yang lebih banyak dijumpai (Daniel, 2002).
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu diperhitungkan (Soekartawi, 2003). Usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tanaga kerja. Besar kecilnya skala usaha akan mempengaruhi banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan pula tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan (Soetriono, dkk, 2003). Dalam analisa ketenagakerjaan jenis tenaga kerja dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, anak-anak, ternak dan mesin. Ukuran satuan tenaga kerja disebut dengan Hari Kerja Setara Pria (HKSP).
Lahan pertanian dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang tidak berkaitan dengan aktivitas metabolisme tanaman tetapi mempengaruhi produksi pertanian, sedangkan faktor produksi lain yang berkaitan dengan metabolisme atau mempengaruhi tanaman secara langsung, misalnya benih, pupuk dan obat-obatan. Benih merupakan bahan yang ditanam untuk menumbuhkan tanaman. Pada dasarnya semua jenis dan varietas tanaman dapat ditanam pada kondisi lingkungan yang bervariasi, tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan benih yang berkualitas, karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Ciri-ciri benih yang baik adalah, berkecambah normal, berasal dari buah yang telah cukup tua, cukup kering, daya kecambah minimal 80% dan bebas serta tahan hama/penyakit. Jumlah benih yang dibutuhkan 1000 - 1200 kg per hektar lahan.
Pemupukan bertujuan memenuhi jumlah kebutuhan hara yang kurang sesuai di dalam tanah, sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti penggunaan pupuk dan input lainnya diusahakan agar mempunyai efisiensi tinggi. Efisiensi pemupukan haruslah dilakukan. Karena kelebihan atau ketidaktepatan pemberian pupuk merupakan pemborosan yang berarti mempertinggi input. Keefisienan pupuk diartikan sebagai jumlah kenaikan hasil yang dapat dipanen atau perameter pertumbuhn lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan pupuk/hara (Kastono, 1999).
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupn anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dalam tanah dan bertujuan untuk peningkatan produksi tanaman dalam keadaan faktor lingkungan sekitar yang baik. Pupuk organik dan pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya kompos dan pupuk kandang. Pupuk anorganik merupakan pupuk buatan buatan yang dihasilkan oleh pabrik atau industri pupuk yang mengandung unsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tanaman (Sutejo, 1994).
Pupuk kandang mempunyai fungsi : (1). Menyuburkan tanah dan membuat tanah menjadi remah dan tidak padat; (2). Mengikat air apabila kekurangan air; (3). Mendorong mikroorganisme yang berguna dalam tanah menjadi lebih aktif kerjanya. Pada tanaman kentang pupuk organik diberikan pada saat pengolahan tanah sebanyak 10 ton per hektar.
Adapun pupuk buatan yang diperlukan tanaman kentang adalah yang mengandung tiga unsur pokok, yaitu nitrogen (N), Posfor (P) dan kalium (K) dan diberikan secara lengkap. Jika ketiga unsur ini dapat terpenuhi maka pertumbuhan kentang akan baik. Unsur N merupakan protein bagi tanaman yang berguna untuk pertumbuhan pucuk daun. Unsur P dibutuhkan oleh tanaman kentang karena mendorong mempercepat pertumbuhan umbi, merangsang akar menjadi kuat dan tahan kekeringan. Unsur K berpengaruh besar terhadap pembentukan zat tepung di dalam tanaman kentang dan juga memperkuat tubuh tanaman, daun tidak mudah rebah serta tahan terhadap hama dan penyakit (Sugiarto, 1992). Contoh pupuk yang mengandung unsur N adalah urea, unsur P adalah TSP dan unsur K adalah KCl. Selain pupuk dalam bentuk padat, petani juga menggunakan pupuk dalam bentuk cair yaitu stimulan berupa pupuk pelengkap cair (PPC) atau zat perangsang tumbuh (ZPT) untuk meningkatkan produksi kentang.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pengelolaan usahatani kentang adalah pengendalian serangan hama dan penyakit. Kerugian yang diderita akibat serangan hama dan penyakit dapat berupa penurunan jumlah produksi maupun penurunan mutu produksi atau kedua-duanya. Oleh karena itu serangan hama dan penyakit harus dapat dicegah dan dikendalikan. Umumnya petani menggunakan pestisida untuk hal tersebut (Tim Penulis PS, 1992). Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma atau hewan (Reijntjes, dkk, 1999).
2.5.    Kerangka Pemikiran Teoritik
Meningkatnya kebutuhan akibat perkembangan zaman, menuntut manusia untuk senantiasa melakukan riset dalam pengembangan teknologi baru. Di bidang pertanian, penemuan teknologi baru diarahkan pada peningkatan produktivitas mengingat persediaan faktor-faktor produksi seperti lahan untuk berusahatani semakin terbatas. Salah satu contohnya adalah pengembangan teknologi kultur jaringan.
Di kabupaten Bantaeng, pengembangan teknologi kultur jaringan pada tanaman kentang, bertujuan untuk memperoleh generasi bibit yang bebas hama penyakit. Penggunaan bibit ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas. Bibit hasil kultur jaringan ini pun lambat laun tidak lagi menjadi konsumsi lokal, melainkan telah dipasok ke berbagai daerah di Sulawesi Selatan.
Kenyataan ini sejalan dengan pemikiran salah satu pakar pertanian Soekartawi (1993) yang mengemukakan bahwa pada umumnya teknologi baru diciptakan untuk mengganti teknologi yang selama ini dilaksanakan oleh petani. Dengan demikian teknologi baru itu harus menunjukkan potensi yang lebih baik dibandingkan teknologi lama. Potensi itu harus dapat diperlihatkan secara ekonomis menguntungkan, sebelum petani itu sendiri dapat menilainya menurut kondisi usahataninya.
Namun demikian, oleh beberapa petani kentang, gejala ini dipandang sebagai suatu peluang bisnis yang menggairahkan. Peningkatan permintaan terhadap bibit kentang hasil kultur jaringan menyebabkan mereka yang sebelumnya membudidayakan kentang konsumsi kini beralih membudidayakan kentang hasil kultur jaringan untuk kebutuhan pembibitan.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan tidak hanya terkait pada faktor produksi bibit saja, melainkan terdapat faktor-faktor produksi lain berupa lahan, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Pengaruh faktor-faktor produksi tersebut terhadap produksi usahatani berbeda satu sama lain. Dengan mengetahui pengaruh masing-masing faktor-faktor produksi tersebut maka akan memudahkan para petani dalam membuat perencanaan produksi, memperkirakan resiko yang mungkin terjadi, serta membuat berbagai kebijakan usahataninya secara cermat.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekartawi (1993) bahwa faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, pestisida dan obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor yang lain.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran teoritik penelitian ini disajikan dalam bentuk gambar berikut :

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Mina Padi Dan Usahatani Padi Monokultur
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritik
2.6.    Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang dapat kami kemukakan adalah :
1.    Pendapatan yang diterima petani penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang diterima petani budidaya kentang konsumsi.
2.    Faktor-faktor produksi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani kentang konsumsi dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.

III.    METODE PENELITIAN

3.1.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yakni Maret hingga Mei 2008 dan berlokasi di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng. Penentuan lokasi ini dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu wilayah pengembangan komoditas kentang di Kabupaten Bantaeng.
3.2.    Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi lapangan dan wawancara langsung dengan petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Kantor Desa Bonto Lojong, Kantor Kecamatan Ulu Ere, Dinas Pertanian Bantaeng, serta Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Makassar.
Adapun teknik yang digunakan dalam penentuan sampel adalah “Accidental Sampling’. Metode Accidental Sampling adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan kebetulan. Dengan demikian siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka dapat dijadikan sebagai responden. Alasan digunakan accidental sampling karena dari jumlah total petani di Desa Bonto Lojong, banyaknya petani yang beralih dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran kentang belum diketahui secara pasti. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang.
3.3.    Metode Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka alat analisis yang digunakan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
Hipotesis 1 mengenai perbandingan pendapatan yang diperoleh petani kentang ketika masih berusahatani kentang konsumsi dengan pendapatan yang diperoleh setelah beralih menjadi penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan dijelaskan dengan menggunakan Analisis Usahatani dengan persamaan:
Selanjutnya untuk mengetahui keuntungan/kerugian real yang diperoleh dilakukan Partial Budget Analysis, yakni melihat selisih antara komponen biaya dan komponen pendapatan atau selisih antara;
(n = TR-TC )
Dimana :
n = Pendapatan Bersih
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Selanjutnya untuk mengetahui keuntungan/kerugian real yang diperoleh dilakukan Partial Budget Analysis, yakni melihat selisih antara komponen biaya dan komponen pendapatan atau selisih antara;
(a+b) dengan (c+d) di mana:
a = biaya tambahan b = penghasilan yang hilang
c = biaya yang dihemat d = penghasilan tambahan
Jika : a + b< c + d "untung"
a + b= c + d "impas"
a + b> c + d "rugi"
Analisis Anggaran Parsial (Partial Budget Analysis) merupakan analisis sederhana yang berguna untuk menentukan pilihan alternatif teknologi yang layak dapat diterima berdasarkan pertimbangan besarnya tambahan biaya dan tambahan keuntungan yang relatif kecil (margin) yang diperoleh sebagai akibat perubahan input teknologi. Prinsip dalam menggunakan analisis ini adalah bahwa hanya faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan teknologi saja yang dimasukan dalam perhitungan. Sedangkan penggunaan dan biaya sarana produksi yang tidak berubah, tidak disertakan dalam perhitungan (Malian, 1995).
Hipotesis 2 mengenai pengaruh faktor-faktor produksi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap produksi usahatani kentang untuk kebutuhan pangan dan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan dijelaskan dengan menggunakan metode Analisis Regresi Berganda, dengan persamaan sebagai berikut:
Y    = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7 + b8x8 + U
Dimana:
Y    = Produksi (kg)
X1 = Luas Lahan (ha)
X2 = Tenaga Kerja (HOK)
X3 = Benih (kg)
X4 = Pupuk kandang (kg)
X5 = Urea (kg)
X6 = TSP (kg)
X7 = ZA (kg)
X8 = Obat-obatan (Rp)
a = Intercept
bi = Koefisien regresi
U = Kesalahan (disturbance term)
Setelah diperoleh koefisien regresi maka dilakukan uji-F untuk menguji hubungan secara keseluruhan (bersama-sama) dari variabel bebas (Xi) terhadap variabel tidak bebas (Y) dan uji-t untuk mengetahui hubungan secara parsial masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.
3.4.    Konsep Operasional
Konsep Operasional adalahruang lingkup atau batasan pengertian dari beberapa istilah untuk menghiondari pengertian yang bias dalam rangkaian penelitian ini, maka untuk beberapa istilah dianggap perlu diperjelas batasan pengertiannya sebagai berikut :
  • Petani adalah petani di Desa Bonto Lojong Kec. Ulu Ere, Kab. Bantaeng yang beralih dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan untuk kebutuhan pembibitan.
  • Produksi adalah jumlah produk fisik berupa umbi kentang yang diperoleh selama satu musim tanam yang dinyatakan dalam kilogram (kg) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Biaya tetap adalah biaya yang jumlah penggunaannya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, seperti pajak lahan, penyusutan alat dan upah tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Biaya variabel adalah biaya yang jumlah penggunaannya mempengaruhi besarnya produksi berupa input faktor-faktor produksi seperti luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Biaya produksi total adalah total biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan output yang meliputi jumlah biaya tetap dengan biaya variabel selama proses produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Pendapatan total adalah hasil kali antara nilai produksi dengan harga penjualan per-unitnya selama satu periode musim tanam yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan total dikurangi dengan biaya produksi total yang dikeluarkan selama proses produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) masing-masing untuk usahatani kentang konsumsi dengan usahatani penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan.
  • Luas lahan adalah ukuran areal petakan sawah yang diusahakan dalam rangka pengelolaan penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan yang dinyatakan dalam hektar (ha).
  • Tenaga kerja adalah orang atau hewan atau mesin yang digunakan dalam keseluruhan kegiatan proses produksi usaha penangkaran bibit kentang hasil kultur jaringan yang dihitung dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).
  • Pupuk adalah bahan organik dan anorganik yang diberikan pada bibit kentang hasil kultur jaringan untuk menambah unsur hara dalam tanah yang diukur dalam satuan kilogram(kg).
  • Obat-obatan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit bibit kentang hasil kultur jaringan yang diukur dalam satuan milliliter (ml).
  • Bibit adalah umbi kentang yang digunakan sebagai bahan dasar dalam budidaya kentang yang ditanam di lahan usahatani yang dinyatakan dalam kilogram (kg), dimana untuk usahatani kentang konsumsi menggunakan umbi kentang lokal sedangkan untuk usahatani penangkaran bibit kentang menggunakan umbi kentang generasi kedua (G2) hasil kultur jaringan.

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. 1. Kondisi Fisik Wilayah
4. 1. 1. Letak Dan Luas Wilayah Administratif
Desa Bonto Lojong merupakan salah satu desa yang berada dalam Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Bonto Lojong terletak 20 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Bantaeng dan 140 km di ujung Barat dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Desa Bonto Lojong yaitu 19.170 Ha.
Secara garis merdian, Desa Bonto Lojong terletak antara 50 21’13” 50 35’26” Lintang Sealatan dan antara 1190 51 ’41 ” - 1200 05’27” Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Gunung Lompo Battang
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Bantaeng
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bonto Marannu
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
4. 1. 2. Tanah Dan Topografi
Desa Bonto Lojong berada pada ketinggian 1.200 meter sampai 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan topografi dataran tinggi serta berbukit. Jenis tanah yang terdapat di Desa Bonto Lojong yaitu tanah alluvial dan struktur tanah remah dengan tekstur lempung, liat berpasir. Jenis tanah tersebut mempunyai kondisi yang cukup subur, dan cocok sebagai lahan pertanian.
4. 1. 3. Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca yang meliputi daerah luas dan berlangsung dalam waktu yang lama. Iklim di suatu daerah ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan, kelembaban, temperatur.
Desa Bonto Lojong merupakan daerah dataran tinggi. Iklim di Desa Bonto Lojong dipengaruhi oleh dua musim secara tetap, yaitu musim timur yang kering dan musim barat yang banyak membawa uap air. Curah hujan setiap tahun selama sepuluh tahun terakhir, pada umumnya bervariasi antara 750 - 2500 mm, dengan rata-rata bulan basah 5,9 dan bulan kering sebanyak 2,6. Berdasarkan perbandingan rata-rata bulan kering dan bulan basah, maka oleh Schmidt - Ferguson mengkategorikan daerah ini ke dalam Tipe C (agak basah).
Keadaan suhu udara pada bulan basah maksimal rata-rata perhari 29,760C, sedangkan pada waktu bulan kering maksimal rata-rata 350 C. Iklim di daerah Desa Bonto Lojong tergolong iklim tropis basah, yang pada musim hujan terdiri atas angin barat dan angin timur. Kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi sektor Pertanian.
4. 2. Keadaan Penduduk
Kuantitas dan kualitas penduduk merupakan variabel yang penting mengingat bahwa aspek kependudukan sangatlah berperan dalam pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara optimal. Menurut Soekartawi (1995:25), dalam terminologi ekonomi, peran penduduk terdiri atas dua hal, yaitu pertama, sebagai aktor dalam proses produksi dan kedua sebagai bencana jika jumlahnya melebihi daya dukung lingkungan. Namun demikian, jumlah penduduk yang banyak dalam kegiatan proses produksi (usahatani), tentunya merupakan potensi besar sebagai tenaga kerja.
4.2.1.    Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin memberikan klasifikasi tertentu dalam jenis pekerjaan. Untuk kaum pria memiliki jenis pekerjaan dengan kamu wanita, walaupun kadang ada beberapa pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh kaum pria maupun kaum wanita. Dengan demikian jenis kelamin dapat memberikan pengaruh terhadap taraf hidup dan kehidupan seseorang. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Desa Bonto Lojong menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2006.
NO JENIS KELAMIN JUMLAH ORANG PERSENTASE (%)
1 Laki-laki 1.024 50.39

2
Perempuan 1.008 49.61

TOTAL
2.032 100.00
Sumber : BPS Kabupaten Bantaeng, 2008
Tabel 2 menjelaskan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan, dimana penduduk laki-laki berjumlah 1.024 orang (50,39%) dan penduduk perempuan berjumlah 1.008 orang (49,61%) dari jumlah penduduk.
4. 2. 2. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sangatlah dibutuhkan dalam proses usahatani dan akan berpengaruh terhadap penentuan teknologi yang digunakan oleh petani, dimana makin tinggi tingkat pendidikan petani maka makin banyak pula informasi-informasi yang dapat dicerna sehubungan dengan peningkatan produksi usahataninya.
Adapun pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan formal yang dimaksudkan diatas adalah pendidakan melalui sekolah, sedangkan pendidikan nonformal melalui pengalaman, informasi masyarakat atau media massa dan sebagainya. (Moenandir, 2004:12). Untuk lebih jelasnya mengenai rata-rata tingkat pendidikan petani responden di Desa Bonto Lojong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bonto lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2006
NO TINGKAT PENDIDKAN JUMLAH ORANG PERSENTASE (%)
1 Belum/Tidak Sekolah 1.338 65.85
2 Tamat SD / Sederajat 402 19.78
3 Tamat SLTP / Sederajat 143 7.04
4 Tamat SMU / Sederajat 149 7.33

TOTAL 2.032 100.00
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, Kabupaten Bantaeng, 2008
Tabel 3 menjelaskan bahwa umumnya penduduk di Desa Bonto Lojong tergolong belum/tidak sekolah yaitu sebanyak 1.338 orang (65,85%). Jumlah penduduk yang tamat SD atau sederajat yaitu sebanyak 402 orang (19,78%) dan yang tamat SLTP atau sederajat yaitu sebanyak 143 orang (7,04%). Sedangkan jumlah penduduk yang tamat SMU atau sederajat hanya mencapi 149 orang (7,33%) dari total penduduk.
4.    2. 3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tingkat pendidikan biasanya erat hubungannya dengan jenis pekerjaan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah, terkadang melakukan pekerjaan yang banyak mengandalkan tenaga fisik. Dan sebaliknya seseorang yang berpendidikan tinggi, akan memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bonto Lojong tersebar ke dalam beberapa kelompok pekerjaan/lapangan usaha utama. Untuk lebih jelasnya rata-rata jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2006
NO MATA PENCAHARIAN (Lapangan Usaha Utama JUMLAH (Orang) PERSENTASE (%)
1 Tidak / Belum Bekerja 899 44..24
2 Petani 1.001 49.26
3 Buruh Tani 100 4.92
4 Pengusaha 25 1.23
5 Pegawai Negeri Sipil 7 0.34

TOTAL 2.032 100.00
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong , 2008
Tabel 4 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di Desa Bonto Lojong sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 1001 orang (49,26%). Banyaknya penduduk yang bekerja sebagai petani didukung oleh kondisi alam Desa Bonto Lojong yang sesuai dengan pertanian. Kemudian Buruh tani sebanyak 100 orang (4,92%). Selain itu terdapat pula pengusaha sebesar 25 orang (1,23%). Jumlah terkecil adalah Pegawai Negeri Sipil yaitu hanya 7 orang (0,34%). Namun masih terdapat 44,24% penduduk yang tergolong tidak/belum bekerja yaitu penduduk yang masih anak-anak, remaja pengangguran, ibu rumah tangga dan lanjut usia.
4.3. Keadaan Penggunaan Lahan
Tanah dan lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Luas Desa Bonto Lojong adalah 19.170 Ha yang sebagian besar penggunaannya adalah hutan negara. Untuk lebih jelasnya, pola penggunaan lahan di Desa Bonto Lojong dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, 2008
NO JENIS PENGGUNAAN LUAS (Ha) PERSENTASE
1 Tegalan 828.16 4.32
2 Perkebunan 6 0.03
3 Padang Penggembalaan 58.25 0.3
4 Pekarangan 5.58 0.029
5 Lahan Bangunan 11.15 0.06
6 Hutan Negara 2.773 14.46
7 Lain-lain 16.027.86 83.60

TOTAL 19.170 100.00
Sumber : Kantor Desa Bonto Lojong, 2008
Pada Tabel 5, menjelaskan bahwa lain - lain yang merupakan gabungan dari jalan raya, selokan, gunung, dan seterusnya menempati urutan pertama terluas yaitu 16.027,86 Ha (83,60). Selanjutnya hutan negara menempati urutan kedua terluas yaitu 2.773 Ha (14,46). Penggunaan lahan yang terluas selanjutnya yaitu untuk kegiatan pertanian yaitu seluas 834,16 Ha (4,35%), yang terdiri atas lahan tegalan seluas 828,16 Ha (4,32%) dan lahan perkebunan seluas 6,0 Ha (0,03%).
Luas lahan Pertanian tersebut, didominasi oleh tanaman hortikultura seperti kentang, kubis, wortel, dan bawang merah. Oleh karena itu Desa Bonto Lojong termasuk ke dalam salah satu daerah pengembangan tanaman hortikultura, yang menjadi andalan Kabupaten Bantaeng.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.    Identitas Petani Responden
Petani adalah orang yang berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan dan hewan serta menggunakan hasilnya. Mereka mengubah tempat tumbuhan dan hewan serta lingkungannya agar dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam kegiatan usahatani petani merangkap dua peranan yaitu sebagai penggarap dan manager.
Keterampilan petani dalam menjalankan usahatani tentu sangat bervariasi, baik sebagai jurutani maupun sebagai manager. Hal ini disebabkan karena dalam melaksanakan kegiatan usahataninya, petani dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain: umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. Adapun kisaran dan rata-rata umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kisaran dan Rata-Rata Umur, Pengalaman Berusahatani, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa bonto lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO URAIAN KISARAN RATA-RATA
1 Umur (Tahun) 27 - 65 43
2  Pengalaman Berusahatani
 - Kentang Konsumsi (Tahun)
 - Penangkaran (Tahun)
(4 - 40), (1 - 4)(16.4), (2.4)
3 Tingkat Pendidikan 0 -12 6.2
4 Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) 2-9 4
Tabel 6 menunjukkan bahwa petani responden berumur rata-rata 43 tahun dengan kisaran 27 - 65 tahun, tingkat pendidikan rata-rata 6 tahun atau mencapai tingkat SD dengan kisaran 0 - 12 tahun. Sedangkan pengalaman berusahatani kentang dibedakan atas pengalaman berusahatani kentang konsumsi dan pengalaman berusahatani sebagai penangkar. Pengalaman berusahatani petani responden konsumsi rata-rata 16,4 tahun dengan kisaran 4 - 40 tahun dan pengalaman berusahatani sebagai penangkar rata-rata 2,4 tahun dengan kisaran 1 - 4 tahun. Jumlah tanggungan keluarga petani responden rata-rata 4 orang dengan kisaran 2 - 9 orang.
5.1.1.    Umur Petani
Umur sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahatani, utamanya dalam hal pola pikir dan kemampuan fisik seseorang relatif produktif untuk bekerja secara optimal. Hal ini didukung oleh pendapat Bakir (2000:8) bahwa sampai tingkat umur tertentu kemampuan fisik manusia semakin tinggi sehingga produktivitas juga tinggi, tetapi semakin bertambah usia maka kemampuan fisik akan menurun. Keadaan petani responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO UMUR (Tahun) JUMLAH (Orang) PERSENTASE (%)
1 27 -38 15 50
2 39 - 51 7 23
3 52 - 65 8 27

JUMLAH 30 100
Tabel 7. menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat 15 orang responden (50,00%) yang berumur 27 - 38 tahun, 7 orang (23,00%) berumur 39 - 51 tahun dan 8 orang (27,00%) yang berumur 52 - 65 tahun. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani responden masih tergolong usia produktif. Hal ini berarti fisik dan tenaga mereka masih mampu untuk bekerja dan terlibat langsung dalam mengelola usahataninya. Dengan demikian kesempatan untuk melakukan aktivitas atau kegiatan pertanian lebih besar dengan melihat persentase dari masing-masing kelompok umur tersebut.
5.1.2.    Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani mempengaruhi perilaku petani dalam mengolah usahataninya. Biasanya petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama mempunyai kebiasaan dan keterampilan dalam mengelola usahataninya. Pengalaman berusahatani yang dimaksud adalah terhitung sejak melepaskan diri dari keluarga dan mengusahakan sendiri usahataninya. Pengalaman berusahatani petani responden dikelompokkan menjadi dua yakni pengalaman berusahatani kentang konsumsi dan pengalaman berusahatani sebagai penangkar.
Pengalaman berusahatani kentang konsumsi dari petani responden bervariasi, yang terbanyak adalah 4 - 16 tahun yakni 18 orang (60,00%) dan kemudian 17 - 29 tahun sebanyak 8 orang (27,00%) dan 30 - 40 tahun sebanyak 4 orang (13,00%). Sedangkan pengalaman berusahatani petani responden sebagai penangkar secara keseluruhan (100%) kurang dari 5 tahun, ini terjadi karena pemanfaatan teknologi kultur jaringan baru diperkenalkan di Bantaeng sekitar awal tahun 2004.
Pengalaman berusahatani dapat mempengaruhi keuntungan usahatani karena petani yang sudah berpengalaman (lebih dari 10 tahun) lebih pandai dari petani yang pengalamannya relatif baru (1 sampai 2 tahun), karena lebih mengetahui seluk beluk berusahatani kentang termasuk dalam hal mengatasi kesulitan jika mendapat hambatan dalam berusahatani.
5.1.3.    Tingkat Pendidikan Petani
Tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi pola pikir petani dalam penerapan ide-ide baru yang didapat. Petani yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya lebih responsif menerima inovasi atau teknologi baru dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah. Dengan tingkat pendidikan tersebut petani menjadi lebih dinamis dan berani mengambil resiko dengan pertimbangan yang matang. Keadaan petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa bonto lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH (Orang) PERSENTASE (%)
1 Tidak Sekolah 4 13
2 SD 19 64
3 SMP 4 13
4 SMA 3 10

JUMLAH 30 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden sudah mengecap pendidikan formal. Jumlah responden yang terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SD yakni 19 orang (64,00%), kemudian tingkat pendidikan SMP dan yang tidak sekolah adalah 4 orang (13,00%), sementara responden pada tingkat SMA adalah 3 orang (10,00%). Hal ini menunjukkan bahwa kisaran tingkat pendidikan dari 30 responden masih tergolong rendah.
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir petani walaupun sebagian besar hanya sampai di tingkat pendidikan SD/sederajat tetapi keinginan dan motivasi memperoleh informasi dan teknologi baru untuk peningkatan produksi, kualitas dan pendapatan usahatani sangat besar. Hal ini tampak pada usaha petani untuk aktif dalam penyuluhan yang rutin dilakukan oleh pihak terkait agar memperoleh informasi dan pengetahuan tentang teknik pemeliharaan dan solusi dari permasalahan yang timbul selama berusahatani kentang.
5.1.4. Jumlah Tanggungan Petani
Tanggungan keluarga adalah semua orang yang tinggal dalam suatu rumah dengan biaya dan kebutuhan hidup lainnya ditanggung kepala keluarga. Makin besar tanggungan keluarga petani, maka cenderung untuk lebih giat berusaha mengembangkan usahataninya demi kebutuhan hidup keluarganya. Jumlah tanggungan keluarga petani mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan tenaga kerja, tetapi di lain pihak menyebabakan beban biaya hidup yang ditanggung oleh petani. Banyaknya tanggungan keluarga petani dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Petani Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO TANGGUNGAN KELUARGA (Orang) JUMLAH (Orang) PERSENTASE
1 2 - 4 21 70
2 5 - 7 6 20
3 8 - 9 3 10

JUMLAH 30 100
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 21 responden (70,00%) memiliki tanggungan keluarga sejumlah 2 - 4 orang, sebanyak 6 responden (20,00%) memiliki tanggungan keluarga sejumlah 5 - 7 orang, dan sisanya sebanyak 3 responden (10,00%) memiliki tanggungan keluarga sejumlah 8 - 9 orang. Jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang per KK. Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, namun ketersediannya belum mencukupi sehingga pada kegiatan-kegiatan tertentu diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga.
5. 2. Keadaan Usahatani Petani Responden
5.2.1.    Sumberdaya Usahatani
Kegiatan usahatani petani responden dilaksanakan pada hamparan lahan kering/tegalan. Luas lahan yang bervariasi antara 0,2 - 3 ha dengan luas lahan rata-rata 0,71 ha. Status lahan yang dikuasai oleh petani responden adalah milik dan sakap. Dalam satu tahun, umumnya petani responden mengerjakan lahannya dengan menanami berbagai jenis tanaman secara bergilir.
Rotasi tanam dilaksanakan dengan tujuan untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman kentang. Interval penanaman kentang ke kentang kurang dari 1 tahun dan tanaman yang ditanam selama waktu tersebut di luar famili Solanaceae seperti tanaman bawang merah, wortel dan sawi.
Jenis tanaman yang diusahakan petani responden dalam satu tahunnya antara lain kentang, bawang merah, wortel dan sawi. Khusus untuk tanaman kentang ditanam satu kali setahun. Adapun jenis dan nilai produksi rata-rata berbagai jenis tanaman yang diusahakan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10. Jenis Tanaman dan Nilai Produksi per Hektar Usahatani Petani Responden selama Satu Tahun di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO JENIS TANAMAN NILAI PRODUKSI (Rp) PERSENTASE (%)
1 Kentang Konsumsi 14.281.667 13.53
2 Kentang Penangkaran 39.333.333 37.27
3 Bawang Merah 27.875.833 26.42
4 Wortel 13.228.667 12.54
5 Sawi 10.808.667 10.24

JUMLAH 105.528.267 100.00
Tabel 10 menunjukkan bahwa sumber pendapatan terbesar yang diperoleh petani responden dalam satu musim tanam adalah dari usahatani kentang penangkaran. Pendapatan rata-rata petani responden dalam satu musim tanam dari pengelolaan usahataninya adalah sebesar Rp 105.528.267,-
Petani responden dalam mengelola usahataninya menggunakan berbagai jenis peralatan, khususnya untuk pengolahan lahan dan penyemprotan hama dan penyakit. Penggunaan peralatan usahatani dalam jangka waktu tertentu menyebabkan adanya penyusutan nilai alat yang biasa disebut biaya penyusutan. Biaya penyusutan alat dihitung dengan metode garis lurus (Straight Line Methode) dengan asumsi bahwa alat yang digunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan alat dirumuskan sebagai berikut:
NPA = (HB - HS) / LP x JA
Keterangan: NPA = Nilai Penyusutan Alat (Rp/Tahun)
HB = Harga Baru (Rp)
HS = Harga Sisa (Rp)
JA = Jumlah Alat (Unit)
LP = Lama Pemakaian (Tahun)
Biaya penyusutan alat dimasukkan sebagai biaya dalam menjalankan
usahatani yang digolongkan sebagai biaya tetap. Jenis peralatan dan nilai
penyusutan alat rata-rata petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jenis dan Nilai Penyusutan Rata-Rata Peralatan Usahatani Petani Responden di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO JENIS ALAT PENYUSUTAN (Rp)
1 Cangkul 18.933
2 Linggis 7.400
3 Sekop 8.330
4 Sabit 9.920
5 Parang 15.857
6 Handsprayer 95.000
7 Sangko 13.100

JUMLAH 168.540
Tabel 11 menunjukkan bahwa total penyusutan alat usahatani petani responden adalah sebesar Rp 168.540 dan peralatan yang paling besar nilai penyusutannya adalah handsprayer yakni Rp 95.000,-.
Faktor produksi usahatani yang termasuk penting adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani kentang mulai dari pengolahan lahan sampai panen adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja terdiri dari pria dan wanita yang dibedakan menurut asalnya yakni tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dengan satuan Hari Kerja Setara Pria (HKSP) yakni satu HKSP sama dengan pria yang bekerja selama 8 jam dalam sehari. Sedangkan wanita yang bekerja selama 8 jam per hari sama dengan 0,8 HKSP. Adapun jenis pekerjaan, jumlah HKSP dan upah tenaga kerja rata-rata petani responden pada usahatani kentang.
Penggunaan tenaga kerja pada usahatani kentang oleh petani responden, mulai dari pengolahan lahan hingga panen adalah 340,79 HOK yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga 107,86 HOK dan tenaga kerja luar keluarga 232,93 HOK. Total nilai upah tenaga kerja per HKSP adalah Rp 10.083,44,-.
5.2.2.    Kinerja Usahatani
Pada pengelolaan usahatani, khususnya kentang meliputi proses produksi dan pemasaran. Proses produksi diawali dengan persiapan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengairan, penyulaman, penyiangan dan pembumbunan, pengendalian OPT hingga panen dan pascapanen.
1.    Pengolahan Lahan
Lahan penanaman dibersihkan terlebih dahulu dari tanaman pengganggu atau sisa-sisa tanaman lama dengan menggunakan cangkul. Kemudian lahan dibajak dengan menggunakan cangkul, sedalam 30 cm dan dibiarkan selama ± 15 hari untuk memperbaiki keadaan tata udara dan aerasi tanah. Setelah itu tanah dicangkul kembali sampai benar-benar gembur.
Pada pengolahan lahan, petani responden membuat bedengan dengan ukuran lebar antara 60 - 80 cm dan panjang disesuaikan dengan panjang lahan. Jarak antara bedengan 30 - 40 cm untuk saluran air atau drainase. Pada hari terakhir pengolahan lahan, kemudian diberikan pupuk kandang dari kotoran ayam yang dibeli dari pemasok dari Kabupaten Sidenreng Rappang dengan harga Rp 200 per kg. Dosis pupuk kandang rata- rata 10.971,48 kg/ha. Pupuk kandang diberikan dengan cara mencampurkannya pada bagian permukaan tanah hingga merata.
2.    Penanaman
Penanaman kentang di lahan tegalan biasanya dilakukan pada awal musim penghujan yaitu bulan Oktober/November yang akan dipanen pada bulan Januari/Februari, atau akhir musim penghujan yaitu pada bulan Maret/April, yang akan dipanen pada bulan Juni/Juli. Pada lahan sawah beririgasi bisa dilakukan dimusim kemarau yaitu setelah bulan Mei. Musim tanam yang paling baik adalah pada bulan April karena pada bulan itu penyakit kurang.
Penanaman umbi kentang yang sebelumnya telah disemaikan melalui proses sprouting (dimana benih disimpan di gudang gelap untuk petumbuhan tunas dan kemudian disimpan di tempat terang untuk penguatan tunas) selama ± 4 bulan. Benih yang digunakan pada umumnya dari jenis Granola yang dibeli dari penangkar atau pemerintah.
Penanaman bibit kentang sangat sederhana, yakni umbi diletakkan mendatar dengan tunas menghadap ke atas dengan kedalaman 8 -10 cm. Kemudian segera ditutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Umbi tidak ditanam terlalu dalam karena hasilnya akan rendah. Demikian pula bila terlalu dangkal maka tanaman akan mudah roboh. Jarak lubang tanam adalah 30 - 35 cm. Setiap lubang diisi satu umbi. Jumlah rata- rata benih yang digunakan untuk kentang konsumsi dan penangkaran masing-masing adalah 796,67 kg/ha dan 1.486,85 kg/ha.
Dalam usaha bercocok tanam, bibit merupakan salah satu faktor yang paling menentukan. Berhasil tidaknya suatu tanaman banyak bergantung pada bibit yang ditanam. Bibit yang berkualitas baik akan menghasilkan pemanenan yang baik, sedangkan bibit yang berkualitas jelek akan menghasilkan panenan yang jelek pula (Yandianto, 2003 : 61).
3.    Pemeliharaan
Faktor yang penting dalam budidaya kentang adalah pemeliharaan. Pemeliharaan ini meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, pembumbunan serta pengendalian OPT.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setelah penanaman sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari pada saat suhu udara dan penguapan tidak terlalu tinggi dan penyinaran matahari tidak terik. Pemberian air dapat dilakukan dengan menggunakan gembor. Hal yang penting diperhatikan adalah tanah tidak kekeringan. Pemberian air yang terlambat dapat menyebabkan petumbuhan umbi tidak sempurna dan pecah-pecah. Penyiraman diberikan secukupnya saja, cukup sampai tanahnya lembab dan tidak boleh sampai becek. Tanah yang terlalu lembab tidak baik untuk pertanaman kentang karena dapat merangsang tumbuhnya cendawan yang mengakibatkan berbagai macam penyakit.
Pemupukan
Petani responden melakukan pemupukan dengan pupuk buatan terutama pupuk Urea dan pupuk TSP. Dilihat dari jumlah takaran pupuk masih beragam, yakni Urea 224 kg atau 322,71 kg/ha, TSP 232 kg atau 361,82 kg/ha, dan ZA 130 kg atau 316,83 kg/ha. Aplikasi pemberian pupuk pada umumnya diberikan satu kali. Waktu pemupukan pada saat tanaman berumur 21 - 30 hari setelah tanam (HST). Cara pemberian pupuk dilakukan dengan cara diletakkan diantara barisan tanaman.
Pemberian pupuk seperti NPK: Urea, TSP, KCl dan pupuk organik dilakukan 20 hari sekali dengan pertimbangan (Setiadi, 1999 : 33) :
Setelah tanaman berumur 20 - 30 hari sejak bibit ditanam, mulai ada pembentukan umbi dan pada umur ini tanaman diberi pupuk NPK dengan perbandingan Urea, TSP dan KCl yang sama;
Menginjak umur 40 - 50 hari, mulai terjadi pembesaran umbi. Pada umur ini tanaman diberi pupuk yang kandungan NPK-nya tinggi;
Umur 60 hari, tanaman mengalami pembesaran optiomal sampai 90 hari. Pada umur ini tanaman diberi pupuk yang kandungan PK-nya tinggi;
Umur 90 - 110 hari (tergantung varietas kentang) terjadi proses penuaan umbi dan umbi siap di panen. Karena itu, menginjak umur 80 - 90 hari tanaman diberi pupuk yang kandungan NP-nya tinggi.
Petani menggunakan masukan seperti pupuk dan obat-obatan berpedoman pada keadaan tanaman di lapangan. Bila dilihatnya pertumbuhan tanaman kurang subur, sementara dana tersedia maka mereka akan menambahkan pupuk menurut perhitungan dan kemampuannya, sekalipun hal itu dianggap sudah berlebihan. Begitu pula sebaliknya bila dana tidak tersedia, mereka tidak bisa berbuat lebih banyak dan terpaksa tanaman tidak di pupuk atau hanya menggunakan sekadar menurut kemampuan, bukan menurut teknologi.
Hal ini dilakukan karena dalam mengambil keputusan seringkali petani berdasarkan kebiasaan, naluri atau mencontoh pada petani lain. Sehinggga walaupun mereka mengetahui dan memahami teknologi, tetap saja pada prakteknya lebih cenderung pada keputusan sendiri, yang lebih banyak berdasarkan pengalaman dan kemampuan serta dana yang tersedia.
Penyiangan dan Pembumbunan
Waktu penyiangan umumnya saat tanaman kentang berumur 3 - 4 minggu. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut atau membersihkan rumput dengan alat bantu cangkul atau kored. pada saat yang sama juga dilakukan pembumbunan. Ini dilakukan untuk menggemburkan tanah supaya perkembangan umbi membesar. Setelah tanaman berumur 5 - 6 minggu, pertanaman disiangi kembali dan guludan ditinggikan, agar tanaman tidak rebah dan menjaga aerasi tanah tetap baik. Pada musim kemarau petani tidak melakukan penyiangan karena mereka menggunakan herbisida untuk memberantas gulma.
Pengendalian OPT
Kegiatan pengendalian organisme penganggu tanaman dalalm usahatani kentang merupakan salah satu fakor penentu untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Jenis penyakit yang paling menonjol pada tanaman kentang yaitu Phytophthora atau busuk hitam yang ditandai dengan daunnya seperti tersiram air panas dan layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) yang ditandai pembuluh batang berwarna coklat dan umbi menjadi busuk. Penggunaan fungisida dengan sprayer maupun power sprayer yang efektif bila dijumpai gejala serangan. Dengan tetap memperhatikan beberapa hal yaitu memakai sarung tangan dan masker, memperhatikan arah mata angin, waktu serta jangkauan penyemprotan.
Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk mengaplikasikan pestisida. Waktu aplikasi merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas pestisida yang diaplikasikan. Karena pentingnya saat aplikasi suatu pestisida, maka ada yang berpendapat bahwa lebih baik terjadi sedikit kesalahan dalam cara aplikasinya daripada kesalahan dalam penentuan waktu aplikasi (Djojosumarto, 2000 : 82).
4.    Panen dan Pascapanen
Pada saat tanaman berumur kurang lebih 110 hari setelah tanam, maka kentang sudah dapat di panen. Pemanenan dilakukan dengan cangkul atau sendok atau bahkan dengan tangan secara hati-hati agar umbinya tidak terluka. Untuk penggalian dengan tangan alat yang paling baik adalah sendok. Umbi-umbi yang telah dipanen dibiarkan beberapa saat di lapangan sehingga tanah yang menempel pada umbi akan kering dan terlepas dari kulit umbi. Sehingga pada waktu umbi dipilih (sortasi) dan dibawa ke gudang dalam keadaan bersih. Adapun produksi rata-rata petani responden untuk kentang konsumsi dan penangkaran adalah 4.626,67 kg atau 6.050 kg/ha dan 10.753,33 kg atau 13.494,63 kg/ha.
Setelah umbi kentang terkumpul, lalu diangkut ke kolong/gudang dengan menggunakan karung. Selanjutnya umbi disebar/dihamparkan di kolong rumah atau di gudang untuk menghindari pembusukan pada umbi. Pemasaran produk kentang pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang datang langsung membeli ke tempat petani responden dengan harga yang bervariasi. Harga jual kentang dari petani responden kepada pedagang pengumpul berkisar Rp 3.350 per kg untuk kentang konsumsi dan Rp 3.600 per kg untuk kentang penangkaran.
5.3.    Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Kentang
Biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi sehingga menghasilkan produk disebut sebagai biaya produksi, yang meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang jumlah penggunaannya tidak berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan, yang meliputi biaya pajak lahan dan penyusutan alat. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah penggunaannya berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan, yang meliputi biaya benih, pupuk (pupuk kandang, UREA, TSP dan ZA), fungisida, herbisida, insektiida dan tenaga kerja.
Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga produk yang diterima oleh petani responden. Sedangkan pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani yang dkeluarkan. Untuk mengetahui analisis usahatani kentang dari petani resonden.
Jenis biaya yang digunakan oleh petani responden untuk usahatani kentang konsumsi dan penangkaran adalah biaya variabel dan biaya tetap. Total biaya yang dikeluarkan masing-masing sebesar Rp 7.795.214 dan Rp 15.006.586 sedangkan pendapatan bersih usahatani kentang yang diperoleh petani responden adalah sebesar Rp 12.472.285,26 dan Rp 34.023.901,51. Selisih nilai produksi usahatani penangkaran kentang usahatani kentang konsumsi adalah sebesar Rp 21.551.616,25, ini terjadi karena perbedaan jumlah produksi dan harga jual, dimana usahatani penangkaran kentang menghasilkan produksi yang jauh lebih besar dan dengan harga jual yang juga relatif tinggi.
5.4.    Analisis Anggaran Parsial (Partial Budget Analysis)
Dalam Analisis Anggaran Parsial (Partial Budget Analysis), langkah pertama ialah mendaftar dan menghitung keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh adanya perubahan dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kultur jaringan. Kerugian dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama yaitu pengeluaran atau biaya tambahan yang terjadi karena ada perubahan. Kedua, yaitu pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang dan tidak akan diteima lagi sebagai akibat terjadinya perubahan. Kerugian ini harus ditambahkan pada kelompok yang pertama.
Keuntungan dapat juga digolongkan dalam dua kelompok. Pertama yaitu tiap pengeluaran atau biaya yang dihemat sebagai akibat perubahan proses produksi. Pengeluaran ini adalah biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam metode produksi yang berlaku sekarang, tetapi dapat ditiadakan apabila perubahan yang diusulkan itu dilaksanakan. Kedua, yaitu tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat perubahan tersebut. Keuntungan ini harus ditambahkan pada kelompok kedua.
Perubahan keuntungan usahatani yang berkaitan dengan perubahan anggaran dapat dihitung dengan cara mengurangi keuntungan total dengan kerugian total. Apabila keuntungan total lebih besar dari pada kerugian total, maka anggaran jelas menunjukkan bahwa perubahan yang diusulkan itu menguntungkan. Apabila terjadi sebaliknya, maka perubahan yang diusulkan itu tidak menguntungkan. Tentu saja penilaian perubahan keuntungan usaha ini bergantung kepada kebenaran data yang digunakan dalam anggaran. Analisis anggaran parsial ini akan dijelaskan sebagai berikut pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis Partial Budget Usahatani Kentang Konsumsi dengan Usahatani Penangkaran Benih Kentang Kultur Jaringan di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
BIAYA TAMBAHAN (a) BIAYA YANG DIHEMAT (c)
Total biaya pembelian benih kultur jaringan per hektar = Rp6.948.809 Biaya pembelian obat-obatan untuk usahatani penangkaran benih kultur jaringan per hektar = Rp1.389.483
Penghasilan yang Hilang (b) Penghasilan Tambahan (d)
Penerimaan total usahatani kentang konsumsi per hektar = Rp20.402.380 Penerimaan usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan per hektar = Rp56.190.476
( a + b ) = Rp27.351.189 ( c + d ) = Rp57.579.959
Karena ( a + b ) < ( c + d ), maka berdasarkan Analisis Partial Budget, peralihan petani dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan adalah “menguntungkan” dengan keuntungan real sebesar Rp57.579.959 - Rp27.351.189 = Rp30.228.770
Tabel 12 menunjukkan bahwa kerugian yang muncul akibat beralihnya petani dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan berupa: biaya tambahan untuk membeli benih kentang kultur jaringan serta hilangnya sejumlah pendapatan kotor yang diterima dari usahatani kentang konsumsi setelah beralih keusahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan. Munculnya biaya tambahan untuk membeli benih kentang kultur jaringan akibat adanya sejumlah selisih harga dimana benih kentang kultur jaringan relatif lebih mahal dari benih lokal yang digunakan dalam usahatani kentang konsumsi;
Sedangkan keuntungan yang muncul akibat beralihnya petani dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan berupa: penghematan sejumlah biaya pembelian obat- obatan serta bertambahnya sejumlah pendapatan kotor setelah beralih keusahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan. Munculnya sejumlah penghematan biaya untuk membeli obat-obatan adalah akibat adanya sifat dari benih kentang kultur jaringan yang relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman.
Dari hasil Analisis Partial Budget, diperoleh: total kerugian anggaran parsial sebesar Rp27.351.189 dan total keuntungan anggaran parsial sebesar Rp57.579.959, sehingga disimpulkan bahwa beralihnya petani dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan adalah “menguntungkan” karena besarnya kerugian anggaran parsial yang muncul dari proses peralihan usahatani tersebut adalah lebih kecil daripada besarnya keuntungan anggaran parsialnya. Adapun keuntungan real yang diperoleh petani adalah sebesar Rp30.228.770.
5.5.    Analisis Fungsi Produksi
Fungsi produksi pada usahatani kentang digunakan untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Pada usahatani kentang yang menjadi variabel independen (bebas) adalah luas lahan (X1), Tenaga kerja (X2), benih (X3), pupuk kandang (X4), pupuk Urea (X5), pupuk TSP (X6), Pupuk ZA (X7) dan Obat- obatan (Xs) sedangkan variabel dependen (terikat) adalah produksi usahatani kentang (Y).
5.5.1    Analisis Fungsi Produksi Usahatani Kentang Konsumsi
Hasil perhitungan analisis regresi yang nampak pada Tabel 13; diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada usahatani kentang konsumsi sebesar 0,933 atau 93,3%. Hal ini berarti 93,3% variasi produksi kentang (variabel dependen) dapat dijelaskan oleh kedelapan variabel independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel yang ada di luar model analisis. Kedelapan variabel tersebut adalah : luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk ZA dan obat-obatan.
Tabel 13. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Kentang Konsumsi di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO VARIABEL INDEPENDEN KOEFISIEN REGRESI T - RATIO SIG
1 Luas Lahan (X1) -5363,467 -2,587 0,017
2 Tenaga Kerja (X2) 2,130 1,226 0,234
3 Benih (X3) 10,108 3,513 0,002
4 Pupuk Kandang (X4) 0,173 1,448 0,162
5 Pupuk Urea (X5) 5,581 2,124 0,046
6 Pupuk TSP (X6) 0,990 0,305 0,764
7 Pupuk ZA (X7) 2,946 0,586 0.564
8 Obat-obatan (X8) 0,000 0,401 0,692
Constanta = -524,535. Fhitung = 36,58. R Suare = 0,933. Ftabel = 2,42. Ttabel = 2,04
 Keterangan :* Signifikan pada x = 5 %.
Hasil pendugaan model fungsi produksi pada usahatani kentang konsumsi sebagai berikut:
Y= -524,535 - 5363,467X1 + 2,130X2 + 10,108 X3 + 0,173X4 + 5,581 X5 + 0,990X6 + 2,946X7 + 0,000X8 + e
Koefisien regresi dari sarana produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi kentang konsumsi adalah luas lahan (X1), benih (X3), pupuk urea (X5), sedangkan tenaga kerja (X2), pupuk kandang (X4), pupuk TSP (X6), pupuk ZA (X7) dan obat-obatan (X8) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Selanjutnya adalah uji-F dengan tujuan untuk melihat secara keseluruhan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai Ftabel (36,58 > 2,42) pada taraf nyata 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Xi) yang diamati secara bersama-sama memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap variabel dependen (Y).
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh sangat nyata terhadap produksi adalah faktor produksi apabila nilai thitung > nilai ttabel pada taraf nyata 5% (2,04). Secara parsial dari kedelapan variabel independen yang diduga berpengaruh sangat nyata terhadap produksi usahatani kentang adalah luas lahan (X1), benih (X3), pupuk urea (X5). Sedangkan tenaga kerja (X2), pupuk kandang (X4), pupuk TSP (X6), pupuk ZA (X7) dan obat- obatan (Xs) tidak berpengaruh terhadap produksi usahatani kentang.
Produksi kentang di desa Bonto Lojong dipengaruhi oleh banyaknya benih yang ditanam. Rata-rata benih yang digunakan petani sebanyak 822 kg/ha dengan kebutuhan benih kentang untuk satu hektar, yaitu 1.000 - 1.200 kg/ha. Jumlah benih mempengaruhi jumlah produksi tanaman kentang di setiap luasan lahan sehingga secara statistik jumlah benih berpengaruh terhadap produksi kentang.
Pupuk TSP dan pupuk ZA yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi, artinya penambahan atau pengurangan pupuk tidak bermakna, namun hal ini bukan berarti bahwa tanaman tidak memerlukan tambahan unsur hara bagi pertumbuhannya. Pupuk yang digunakan oleh petani pada setiap musim tanam lebih banyak dari jenis Urea dengan dosis 181 kg/ha. Tidak berpengaruhnya pupuk ZA terhadap produksi kentang diduga oleh fungsi pupuk tersebut yang sama dengan pupuk Urea sehingga walaupun waktu pemberian pupuk tepat namun dosis yang diberikan telah melampaui dosis anjuran sehingga tanaman kelebihan unsur N. Demikian pula pupuk TSP jumlahnya masih dibawah anjuran sehingga ketersediaan unsur P2O5 dan K2O yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman. Hal ini senada dengan pendapat Suwalun (2004) bahwa respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat apabila pupuk yang digunakan tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian.
Penyakit yang paling menonjol yang ditemui dilapangan adalah busuk hitam dan layu bakteri. Jenis obat-obatan yang digunakan adalah Mansate dan Dithane. Rata-rata petani kentang melakukan penyemprotan rutin setiap minggu, meskipun tidak ada serangan atau gejala hama dan penyakit. Hal ini dilakukan petani untuk pencegahan lebih dini sebelum datangnya serangan hama dan penyakit.
Pada usahatani kentang, tenaga kerja digunakan dari saat persiapan benih higga panen. Jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam satu musim rata-rata 264,04 HKSP. Hasil estimasi koefisien regresi dari tenaga kerja sebesar 2,13 dan berpengaruh positif terhadap produksi, artinya produksi kentang akan meningkat 21,3% apabila ada penambahan tenaga kerja sebanyak 10%. Hal ini menunjukkan bahwa tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang cukup perlu diperhitungkan dalam proses produksi.
5.5.2 Analisis Fungsi Produksi Usahatani Penangkaran Kentang
Hasil Kultur Jaringan
Hasil perhitungan analisis regresi yang nampak pada Tabel 16 diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada usahatani kentang konsumsi sebesar 0,933 atau 93,3%. Hal ini berarti 93,3% variasi produksi kentang (variabel dependen) dapat dijelaskan oleh kedelapan variabel independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel yang ada di luar model analisis. Kedelapan variabel tersebut adalah : luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk ZA dan obat-obatan.
Tabel 14. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Kentang Penangkaran di Desa bonto lojong, Kecamatan Ulu Ere', Kabupaten Bantaeng, 2008.
NO VARIABEL INDEPENDEN KOEFISIEN REGRESI T - RATIO SIG
1 Luas Lahan (X1) 9505,151 3,481 0,002
2 Tenaga Kerja (X2) -9,800 -2,213 0,038
3 Benih (X3) -2,520 -1,465 0,158
4 Pupuk Kandang (X4) 0,619 4,263 0,000
5 Pupuk Urea (X5) 22,488 3,753 0,001
6 Pupuk TSP (X6) 12,423 2,249 0,035
7 Pupuk ZA (X7) -3,962 -0,516 0,611
8 Obat-obatan (X8) 0,002 03,428 0,003
Constanta — -1548,372 Fhitung — 63,41 R Suare — 0,960 Ftabel — 2,42 Keterangan :* Signifikan pada <x — 5 % Ttabel — 2,04   
Hasil pendugaan model fungsi produksi pada usahatani kentang
konsumsi sebagai berikut:
Y= 1548,372 + 9505,151X1 - 9,800X2 - 2,520X3 + 0,619X4 + 22,488X5 + 12,423X6 - 3,962X7 + 0,002X8 + e
Koefisien regresi dari sarana produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi kentang konsumsi adalah luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), pupuk kandang (X4), pupuk urea (X5), pupuk TSP (X6) dan obat- obatan (X8), sedangkan benih (X3) dan pupuk ZA (X7) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas koefisien regresi merupakan elastisitas dari setiap faktor produksi terhadap hasil.
Selanjutnya adalah uji-F dengan tujuan untuk melihat secara keseluruhan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel (63,41 > 2,42) pada taraf nyata 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Xi) yang diamati secara bersama-sama memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap variabel dependen (Y).
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh sangat nyata terhadap produksi adalah faktor produksi apabila nilai thitung > nilai ttabel pada taraf nyata 5% (2,04). Secara parsial dari kedelapan variabel independen yang diduga berpengaruh sangat nyata terhadap produksi usahatani kentang adalah luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), pupuk kandang (X4), pupuk urea (X5), pupuk TSP (X6) dan obat-obatan (Xs). Sedangkan benih (X3) dan pupuk ZA (X7) tidak berpengaruh terhadap produksi usahatani kentang.
Produksi kentang di desa Bonto Lojong dipengaruhi oleh banyaknya benih yang ditanam. Rata-rata benih yang digunakan untuk usahatani kentang penangkaran adalah 1.015 kg atau 1.450 kg/ha. Jumlah benih mempengaruhi jumlah produksi tanaman kentang di setiap luasan lahan sehingga secara statistik jumlah benih berpengaruh terhadap produksi kentang. Hasil estimasi koefisien regresi benih adalah -2,520. Hal ini berarti apabila jumlah benih berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi. Dengan kata lain, penambahan jumlah input benih justru akan mengakibatkan menurunya jumlah produksi.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang disebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa :
1.    Rata-rata pendapatan bersih yang diterima petani kentang ketika masih berusahatani kentang konsumsi mengalami peningkatan yang signifikan setelah beralih menjadi penangkar bibit kentang hasil kultur jaringan.
2.    Berdasarkan hasil Analisis Partial Budget, disimpulkan bahwa beralihnya petani dari usahatani kentang konsumsi ke usahatani penangkaran benih kentang kultur jaringan adalah “menguntungkan” disebabkan besarnya keuntungan anggaran parsial yang muncul dari proses peralihan usahatani tersebut adalah lebih besar daripada besarnya kerugian anggaran parsialnya.
3.    Dari hasil Analisis Fungsi Produksi diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
  • Untuk usahatani kentang konsumsi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi kentang adalah luas lahan, benih, dan pupuk urea, sedangkan variabel lain berupa tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk TSP, pupuk ZA, dan obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Variasi perubahan-perubahan yang terjadi pada produksi kentang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas (luas lahan, bibit, pupuk kandang, urea dan tenaga kerja) sebesar 93,3% sedangkan sisanya yaitu sebesar 6,7% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
  • Untuk usahatani penangkaran bibit kultur jaringan variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi kentang adalah variabel luas lahan, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, dan obat-obatan, sedangkan variabel bibit dan pupuk ZA tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Variasi perubahan-perubahan yang terjadi pada produksi kentang dapat dijelaskan oleh variabel- variabel penjelas (bibit, pupuk kandang, urea dan tenaga kerja) sebesar 96 % sedangkan sisanya yaitu sebesar 4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
6.2    Saran
Untuk memperoleh produksi yang optimal khususnya dalam usahatani penangkaran kentang hasil kultur jaringan diperlukan adanya kombinasi yang tepat pada penggunaan input produksi. Dengan kombinasi penggunaan input produksi yang tepat maka pendapatan petani juga akan meningkat karena penggunaan input yang efisien akan mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.
Di samping itu, dalam rangka mengembalikan kejayaan kentang Bantaeng dimasa lalu maka diharapkan peran aktif Dinas Pertanian Bantaeng melalui para penyuluh pertaniannya untuk meningkatkan pembinaan terhadap petani penangkar kentang hasil kultur jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, Moehar., 2002, Pengantar Ekonomi Pertanian, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Kasian A. Tohir. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.
Mosher, AT. 1978. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian (Edisi Ketiga). PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Patong, D. 1986. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. LEPHAS-UNHAS, Ujung Pandang.
Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort, Ann W. B., 1992, Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, Kanisius, Yogyakarta.
Samadi, B. 1997. Usahatani Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon, dan J. Brian Hasdaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI-Press, Jakarta. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglass. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta. 1993. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Supranto, J. 1983. Ekonometrik. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Soetriono, Anik Suwandari dan Rijanto, 2003, Pengantar Ilmu Pertanian, Bayumedia Publishing, Jember.
Tim Penulis PS, 1992, Hama Penyakit Sayuran Palawija: Gejala, Jenis dan Pengendalian, Penebar Swadaya, Jakarta.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sekian artikel skripsi dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Mina Padi Dan Usahatani Padi Monokultur. Semoga dapat berguna dan bermanfaat untuk pembaca. Semangat belajar dan selalu ikuti http://www.sistempengetahuansosial.com/


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Sistempengetahuansosial Updated at: 9:12:00 AM

Cari di Google