Rahasia Sistem Ekologi Hutan Bukit Kapur
Selamat datang di sistem pengetahuan sosial, kali ini kita akan mempelajari sistem ekologi karst, ciri-ciri sistem ekologi karst, serta berbagai habitat dan vegetasi yang ada di sistem ekologi karst. untuk itu marilah kita menyimak sistem ekologi karst berikut ini. ,,Selamat membaca,,
Sistem Ekologi Karst
Hutan bukit kapur atau karst adalah hutan yang tumbuh pada batuan kapur yang mengandung karbonat kalsium/kalsit yang mudah larut oleh air hujan, yang menyebabkan terbentuknya retakan-retakan dan terowongan yang menyerupai relief, sehingga membentuk morfologi karst yang khas. Inilah yang menyebabkan hutan bukit kapur atau karst mempunyai kenampakan fsiognomi yang spesifik dibandingkan dengan hutan lainnya. Di Indonesia, hutan bukit kapur 'karst' pada umumnya ditemukan pada wilayah hutan dataran rendah, yakni kurang lebih sampai ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut.Pada sistem ekologi karst, faktor pembatas yang sangat ektrim, seperti sangat tipisnya permukaan tanah, bahkan pada bagian tertentu lapisan ini tidak dijumpai, serta kondisi mineral yang didominasi oleh karbonat menyebabkan tumbuhan yang bisa beradaptasi pada habitat tersebut juga sangat spesifik (Whitten dkk, 1987). Hal inilah yang menjadi alasan para ahli ekologi hutan mengelompokkan hutan bukit kapur sebagai satu sistem ekologi hutan tersendiri (Van Stenis, 1957).
Bentang alam sistem ekologi karst yang menopang vegetasi hutan bukit kapur merupakan salah satu ekosistem yang rentan terhadap gangguan sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun karst termasuk sistem ekologi yang rentan terhadap gangguan, tetapi juga sekaligus unik karena merupakan penggabungan dari dua ekosistem, yakni ekosistem hutan di bagian atas (eksokarst) dan ekositem gua di bagian bawah (endokarst). Keanekaragaman jenis dan keberlanjutan perkembangan tumbuhan hutan di bagian atas, selain dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia batuan serta iklim, juga dipengaruhi oleh organisme penghuni gua, terutama oleh kelelawar dan beberapa jenis burung yang melakukan pollinasi dan menyebarkan biji, sehingga tumbuhan bisa tersebar di areal karst. Sebaliknya, vegetasi hutan merupakan sumber energi bagi penghuni gua yang hidup dalam kegelapan, di mana energi tersebut akan masuk ke dalam gua melalui aliran air maupun dibawa oleh kelelawar, burung, serta organisme lain yang menghuni gua (Achmad, 2010).
Selain sebagai sumber pakan bagi penghuni gua, sistem ekologi karst yang berada di bagian atas juga berperan dalam proses karsifikasi batu gamping. Pelapukan bahan organik dari tumbuhan dan hewan menghasilkan asam organik yang mampu melakukan pelarutan kimiawi terhadap mineral kalsium setelah bercampur dengan air hujan, sehingga perkembangan gua dan ornamennya terus berlangsung (Ko, 2006).
Sistem ekologi karst yang bekerja dengan sangat sempurna ini menghasilkan potensi sumberdaya biofisik yang unik, yakni berupa sebaran komunitas tumbuhan yang spesifik, keanekaragaman jenis hayati, sistem gua dan ornamennya (stalagtit, stalagnit,flowstone, column, dan lain-lain), sungai dan danau dalam tubuh batuan karbonat, serta berbagai bentuk topografi karst yang khas.
Ciri-ciri Sistem Ekologi Karst
[Sistem Ekologi Karst] Hutan bukit kapur atau karst dicirikan oleh keanekaragaman jenis pohon yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan dataran rendah, meskipun jumlah jenis tumbuhan diperkirakan kurang lebih sama. Hutan bukit kapur atau karst umumnya mempunyai sedikit pohon dan jenis-jenis pohon dibanding dengan hutan dataran rendah lainnya. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar kalsium dalam tanah yang tidak dapat ditahan oleh berbagai jenis pohon lainnya (Whitten dkk, 1987). Kepadatan dan ketinggian pohon dan total biomassa juga relatif rendah serta jumlah luas bidang dasar pohon lebih kecil. Banyak jenis di tempat ini yang mengalami kekurangan air yang berulang-ulang, sehingga bersifat “poikilohidri” yaitu mempunyai kemampuan kehilangan air yang besar (kecuali cairan protoplasma), tahan terhadap kekeringan, dan segera segar apabila dibasahi.Keberhasilan vegetasi sistem ekologi karst untuk dapat hidup di bukit kapur sangat ditentukan oleh ketahanannya terhadap kadar kalsium dan magnesium yang agak tinggi. Tanah-tanah tipis yang subur dan kaya akan basa, atau permukaan yang kasar, licin, retak-retak dan dinding-dinding cadas yang terjal merupakan habitat-habitat yang berbeda dan dapat dihuni oleh tumbuhan yang khas dan endemik bagi bukit kapur tersebut (Anwar dkk, 1984; Whitten dkk, 1987).
Anwar dkk (1984) menginformasikan bahwa vegetasi sistem ekologi karst mempunyai ciri-ciri: (1) kepadatan pohon yang relatif rendah, (2) luas bidang dasar yang relatif kecil, (3) ketinggian pohon umumnya rendah, (4) banyak pohon dengan diameter kecil, yakni berkisar 10-20 cm, (5) total biomass rendah, dan (6) tidak terdapat famili maupun jenis yang dominan.
Ciri-ciri sistem ekologi karst di atas hampir semuanya sama yang ditemukan di hutan bukit kapur wilayah karst Maros-Pangkep, kecuali ciri yang terakhir. Menurut Achmad (2006a), di hutan bukit kapur Maros-Pangkep, pada beberapa lokasi tertentu (plot pengamatan tertentu), ditemukan jenis tumbuhan yang sangat menonjol dominasinya di tempat tersebut. Ia memberikan contoh seperti Hymenodictyon excelsum pada lokasi KR4, Palaqium obovatum pada lokasi KR8, dan Pometia serrata pada lokasi KR9. Ketiga lokasi ini menyebar di wilayah Karaenta. Knema cinerea juga ditemukan dominan pada GP6, GP7, GP8 dan GP9 (wilayah Pattunuang), serta Dracaena multiflora yang sangat menonjol menguasai habitat di atas fasies batuan karbonat berlapis dan metagamping di bagian tengah wilayah karst Maros-Pangkep (wilayah Tonasa I dan Balocci).
Berbagai habitat pada wilayah sistem ekologi karst dapat dihuni oleh berbagai tumbuhan yang spesifik, dan bahkan mungkin endemik pada habitat-habitat lokal tersebut. Anderson (1965) dalam Anwar dkk (1984) membagi habitat bukit kapur atau karst di Serawak ke dalam lima kelompok, yakni:
- Kaki bukit kapur di mana tanahnya berasal dari bahan induk lain. Tanah ini mendapat pangaruh dari air yang mengalir dari batu kapur dan pecahan erosi dari batu kapur. Ditumbuhi oleh jenis pohon yang khas, tetapi banyak diduduki oleh kegiatan pertanian.
- Kaki bukit kapur, dan berada di atas batu kapur. Ditumbuhi oleh berbagai jenis yang khas.
- Lereng yang lebih terjal. Ditumbuhi oleh pohon yang tidak beraturan, di mana akamya melekat pada permukaan yang kasar atau menerobos batu-batu dan muncul dalam gua-gua yang ada di bawahnya. Tumbuhan yang ada di sini bersifat ‘poikilohidri’, yaitu berkemampuan kehilangan sebagian besar aimya (kecuali cairan protoplasma), tahan terhadap pengeringan dan akan segar bila dibasahi kembali.
- Lereng di mana terdapat endapan yang belum menjadi padat. Habitat ini ditumbuhi oleh tumbuhan tertentu.
- Hutan yang terdapat pada lereng yang tidak begitu terjal dan di atas puncak bukit kapur.
Chin (1977) dalam Whitten dkk (1987) bahkan melakukan pengelompokan habitat sistem ekologi karst di Serawak dan Borneo lebih luas lagi menjadi sembilan kelas, yakni:
Ciri lain dari vegetasi sistem ekologi karst adalah komposisi jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi hutan tersebut. Menurut Anwar dkk (1984), komposisi jenis vegetasi sistem ekologi karst lebih rendah dibandingkan dengan hutan dataran rendah lainnya. Ia memberikan contoh di Taman Nasional Gunung Mulu Serawak, dalam petak-petak penelitian seluas 1 ha, ditemukan hanya 74 jenis pohon dalam hutan bukit kapur, dibanding dengan jumlah jenis dari hutan meranti-merantian yang mencapai 215 jenis dan 122 jenis pada hutan kerangas.
Keterbatasan jenis pada sistem ekologi karst mungkin juga disebabkan oleh kedalaman tanah yang relatif dangkal. Di Gunung Semulu Serawak, pada daerah dengan kemiringan lereng 25-300 tanahnya sangat tipis, yakni rata-rata 11 cm, di mana kisaran antara 0 - 55 cm (Anwar dkk, 1984). Whitten dkk (1987) juga menyatakan bahwa kondisi tanahlah yang betul-betul berpengaruh pada pertumbuhan pohon yakni tanah-tanah pada lereng-lereng yang lebih terjal dan juga puncak-puncak perbukitan. Meskipun tanah-tanah ini relatif dangkal, mungkin mampu mendukung luas bidang dasar pohon yang relatif tinggi, karena kondisi tanah yang relatif subur.
Di Puerto Rico, Rivera and Aide (1998) menginformasikan bahwa pada areal sistem ekologi karst yang pernah dijadikan kebun kopi dan penggembalaan ditemukan 87 jenis pohon yang diameternya sama dengan atau lebih besar dari 1 cm pada sampel seluas 7.100 m2. Dari 87 jenis tersebut, sebanyak 17 jenis (19,5 %) merupakan jenis eksotik, 21 jenis (24 %) hanya ditemukan pada komunitas kopi, 73 jenis (38 %) hanya pada komunitas bekas penggembalaan, dan 34 jenis yang ditemukan pada kedua komunitas.
Komunitas bekas penggembalaan mempunyai jumlah jenis yang lebih besar daripada komunitas bekas kebun kopi. Ia juga menemukan bahwa keanekaragaman jenis dari pohon yang diametemya sama dengan atau lebih besar dari 1 cm, lebih tinggi di bekas penggembalaan dibandingkan dengan bekas kebun kopi. Jenis yang dominan di bekas penggembalaan adalah Spathodea campanulata, sedangkan di bekas kebun kopi adalah Guarea guidonia.
[Sistem Ekologi Karst] Banyak tumbuhan yang dikenal endemik bagi perbukitan kapur di Semanjung Malaysia. Dari 1.216 jenis tumbuhan yang tercatat menghuni bukit kapur di sana, sebanyak 254 jenis (21%) hanya ditemukan pada bukit kapur tersebut, dan lebih 50 % merupakan jenis endemik (Chin, 1977 dalam Whitten dkk, 1987). Beberapa jenis misalnya Impatiens spp., Anggrek, keluarga Gesneriaceae, Genus Boea, dan Paraboea, diketahui sangat spesifik hidup pada habitat lereng terjal, bahkan beberapa jenis telah diketahui hidup sangat terbatas pada bukit tertentu saja.
Menurut Vanmaullen and Whitten (1999), hampir semua sistem ekologi karst mempunyai nilai tumbuhan endemik yang besar dan sebaran yang spesifik. Ia menjelaskan bahwa di Semenanjung Malaysia maupun Serawak telah didata ratusan jenis flora dan fauna yang endemik pada hutan bukit kapur di kawasan karst tersebut. Ia juga menyatakan bahwa selain Semenanjung Malaya, belum ada negara di Asia yang mempunyai data yang cukup tentang jenis-jenis yang tumbuh pada bukit kapur atau karst. Di Sulawesi, deskripsi tentang vegetasi sistem ekologi karst hanya berupa data singkat, sehingga perlu mengkaji lebih dalam jenis-jenis yang ada pada berbagai habitat pada bukit kapur dan mendeskripsikan perbedaan jenis dari setiap habitat yang ada. Menurut Ko (1997), hingga saat ini belum pernah diadakan usaha mendata endemisme flora dan fauna suatu kawasan karst di Indonesia, padahal kawasan karst tersebut hampir di seluruh pelosok nusantara.
Sekian informasi tentang sitem ekologi karst, ciri-ciri sistem ekologi karst, serta berbagai habitat dan vegetasi yang ada di sistem ekologi karst yang dapat kami bagikan pada kesempatan ini. Terima kasih, Salam dari kami http://www.sistempengetahuansosial.com/.
Sumber: Buku Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur Oleh Prof. Amran Achmad., Brillian Internasional
- Habitat kaki bukit, dihuni oleh tumbuhan Gmelina asiatica, G. villosa, Diospyros cauliflora, Mallotus philippensis, Mucuna biplicata, dan Monophyllaea horsfieldii.
- Habitat lereng talus, dihuni oleh Cleidion javanicum, Morinda alliptica, Astalantia roxburghiana, dan Heterogonium pinnatum.
- Habitat lereng bukit, keterjalan lereng kira-kira 600, di¬huni oleh Piper sp., Croton cascarilloides, Polyalthia brunneifolia, dan Diospyros adenophora.
- Habitat lembah dan lorong patahan, dihuni oleh Monophylaea sp., Fagraea curtisii, Randia densiflora, Sterqulia rubiginosa, dan Connarus sp.
- Habitat batuan terjal dengan kelerengan yang hampir ver¬tical, dihuni oleh Adiantum malesianum, Zizyphus oenoplia, callicarpa angustifolia, dan Jasminum sp.
- Habitat puncak dengan sedikit tutupan tanah, dihuni oleh Mungifera sp., Madhuca ridleyi, Garcinia murdochii, Eu- iii 11 id pedens, dan Pandanus irregularis
- Habitat puncak tanpa atau dengan sedikit sekali tutupan lanah, dihuni oleh Amorphophallus spp., Boea spp., Morinda umbnellata, Ficus calcicola, dan Vitex siamica.
- Habitat kapur pantai, dihuni oleh Bombax anceps, Cycas simensis, Colona merguensis, Hopea ferrea, Barringtonia iisintica, dan Thespesiapopulnea.
- Habitat yang mengalami kerusakan, dihuni oleh Macaranga spp., dan Mallotus spp.
Ciri lain dari vegetasi sistem ekologi karst adalah komposisi jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi hutan tersebut. Menurut Anwar dkk (1984), komposisi jenis vegetasi sistem ekologi karst lebih rendah dibandingkan dengan hutan dataran rendah lainnya. Ia memberikan contoh di Taman Nasional Gunung Mulu Serawak, dalam petak-petak penelitian seluas 1 ha, ditemukan hanya 74 jenis pohon dalam hutan bukit kapur, dibanding dengan jumlah jenis dari hutan meranti-merantian yang mencapai 215 jenis dan 122 jenis pada hutan kerangas.
Keterbatasan jenis pada sistem ekologi karst mungkin juga disebabkan oleh kedalaman tanah yang relatif dangkal. Di Gunung Semulu Serawak, pada daerah dengan kemiringan lereng 25-300 tanahnya sangat tipis, yakni rata-rata 11 cm, di mana kisaran antara 0 - 55 cm (Anwar dkk, 1984). Whitten dkk (1987) juga menyatakan bahwa kondisi tanahlah yang betul-betul berpengaruh pada pertumbuhan pohon yakni tanah-tanah pada lereng-lereng yang lebih terjal dan juga puncak-puncak perbukitan. Meskipun tanah-tanah ini relatif dangkal, mungkin mampu mendukung luas bidang dasar pohon yang relatif tinggi, karena kondisi tanah yang relatif subur.
Di Puerto Rico, Rivera and Aide (1998) menginformasikan bahwa pada areal sistem ekologi karst yang pernah dijadikan kebun kopi dan penggembalaan ditemukan 87 jenis pohon yang diameternya sama dengan atau lebih besar dari 1 cm pada sampel seluas 7.100 m2. Dari 87 jenis tersebut, sebanyak 17 jenis (19,5 %) merupakan jenis eksotik, 21 jenis (24 %) hanya ditemukan pada komunitas kopi, 73 jenis (38 %) hanya pada komunitas bekas penggembalaan, dan 34 jenis yang ditemukan pada kedua komunitas.
Komunitas bekas penggembalaan mempunyai jumlah jenis yang lebih besar daripada komunitas bekas kebun kopi. Ia juga menemukan bahwa keanekaragaman jenis dari pohon yang diametemya sama dengan atau lebih besar dari 1 cm, lebih tinggi di bekas penggembalaan dibandingkan dengan bekas kebun kopi. Jenis yang dominan di bekas penggembalaan adalah Spathodea campanulata, sedangkan di bekas kebun kopi adalah Guarea guidonia.
[Sistem Ekologi Karst] Banyak tumbuhan yang dikenal endemik bagi perbukitan kapur di Semanjung Malaysia. Dari 1.216 jenis tumbuhan yang tercatat menghuni bukit kapur di sana, sebanyak 254 jenis (21%) hanya ditemukan pada bukit kapur tersebut, dan lebih 50 % merupakan jenis endemik (Chin, 1977 dalam Whitten dkk, 1987). Beberapa jenis misalnya Impatiens spp., Anggrek, keluarga Gesneriaceae, Genus Boea, dan Paraboea, diketahui sangat spesifik hidup pada habitat lereng terjal, bahkan beberapa jenis telah diketahui hidup sangat terbatas pada bukit tertentu saja.
Menurut Vanmaullen and Whitten (1999), hampir semua sistem ekologi karst mempunyai nilai tumbuhan endemik yang besar dan sebaran yang spesifik. Ia menjelaskan bahwa di Semenanjung Malaysia maupun Serawak telah didata ratusan jenis flora dan fauna yang endemik pada hutan bukit kapur di kawasan karst tersebut. Ia juga menyatakan bahwa selain Semenanjung Malaya, belum ada negara di Asia yang mempunyai data yang cukup tentang jenis-jenis yang tumbuh pada bukit kapur atau karst. Di Sulawesi, deskripsi tentang vegetasi sistem ekologi karst hanya berupa data singkat, sehingga perlu mengkaji lebih dalam jenis-jenis yang ada pada berbagai habitat pada bukit kapur dan mendeskripsikan perbedaan jenis dari setiap habitat yang ada. Menurut Ko (1997), hingga saat ini belum pernah diadakan usaha mendata endemisme flora dan fauna suatu kawasan karst di Indonesia, padahal kawasan karst tersebut hampir di seluruh pelosok nusantara.
Sekian informasi tentang sitem ekologi karst, ciri-ciri sistem ekologi karst, serta berbagai habitat dan vegetasi yang ada di sistem ekologi karst yang dapat kami bagikan pada kesempatan ini. Terima kasih, Salam dari kami http://www.sistempengetahuansosial.com/.
Sumber: Buku Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur Oleh Prof. Amran Achmad., Brillian Internasional