Bagaimana Sejarah Sulawesi dan Makassar?
Selamat datang di sistem pengetahuan sosial, kali ini kita akan mempelajari sejarah sulawesi dan makassar, dan pendapat beberapa ahli tentang sejarah sulawesi dan makassar., untuk lebih jelasnya silahkan menyimak artikel sejarah sulawesi dan makassar dibawah ini.
Dari artikel Hubert Jacobs yang diterbitkan dalam Studia no. 17 (1966) dan dua artikel Pelras (1977 dan 1981), kita memperoleh sumber data yang pada pokoknya berkisar tentang skema penemuan awal Sulawesi oleh para pelaut Portugis dalam dua rentang waktu. Informasi pertama berkenaan dengan kurun waktu 1513-1523. Sampai pada hari ini, sumber informasi tertua berasal dari Tome Pires yang dipublikasikan dalam Suma Oriental (1512-1513) seperti dihimpun oleh Armando Cortesao (1944) dan yang kedua, catatan Simao d'Abreau (1523) yang dihimpun oleh Ratelo (Informacao sobre as Molucas), dalam Arturo Basilio de Sa (Documentacao para a historia das Missoes do Padroada Portugues do Oriente: Insulindia, 1956, III: 393).
Selama hampir dua dasawarsa, Sulawesi hanya diperkenalkan Tome Pires sebagai daratan yang terdiri dari pulau-pulau yang dinamai Macacar (ilha do Macasar), Perdagangan Macasar saat itu masih kurang penting, yang dilakukan antara pulau-pulau sekitar Sulawesi dan negeri- negeri lainnya seperti Jawa, Malaka, Brunei, Pahang dan Siam (Cortesao, 1944: 326-327). Kemudian d Abreau melihat pulau-pulau Sulawesi sebagai bagian dari gugusan pulau Sangir dan Talaud di laut Sulawesi. Baru pada tahun 1534 pengetahuan orang Portugis mengenai pulau itu menjadi agak nyata. Berdasarkan pada peta-peta Portugis dan salinan- salinan Perancisnya (1541, 1540, 1550), Macacar dan Celebes dianggap sebagai nama yang berdekatan membentuk sebuah daratan (Pelras, 1977: 237, dikutip dari Sa, 1954,1: 315; Jacobs, 1966). [Sejarah sulawesi dan makassar]
Pada seri kedua, agaknya peta-peta merupakan rekaman perjalanan Antonio de Paiva (1512-1543), menunjukkan pulau dalam bentuk yang sama, yang oleh Pelras (1981:237) dianggap sebagai stilasi dari peta seri pertama, namun pengetahuan tentang tempat-tempat di Sulawesi Selatan semakin berkembang. Kelompok pertama terdiri dari Tetoli [=Toli-toli dan Durate atau Dua-rate [Turate/Toraja?=sekitar Tanjung Dondo] dan kedua menyebut: Momoio [=Mamuju], Curi-curi/ quri-quri [=Bacukiki], Mandar, Portugal atau Botochina [?], Supa [=Suppae], Lynta [Alitta], Gintam/Gintao [?], Maliquer atau Malisi dan Malasi [=Malise, dekat Pangkajene], Ciom atau Ciam [=Siang, dekat Pangkajene], Paquer atau Pacer [=Pasui?, dekat Pangkajene], Tello [=Tallo], Goa [=Gowa], Agacim [=Garassi'], dan Tuban [?] (Pelras, 1981: 236-239).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari nama-nama tempat itu, keterangan agak lengkap terdapat di sekitar Ciom atau Siang. Di sekitar kota Siang, Paiva menyebut beberapa toponim yang masih bisa dikenali oleh Pelras (1981: 245) dengan bantuan informannya dalam kunjungannya tahun 1973. Tcoponim Siang kuna yang diidentifikasi Pelras yaitu: Matugym [=Matojeng], Borneo [=Bunnea], Lomtar [=Talak, sekitar 15 km di utara Pangkajene], Magumtor [=Ma'runtu atau Ma'duntu, bukit kapur di utara Siang], Malique [=Malise, dekat desa La’bakkang], Gintam [di sebelah utara Siang?], Paquer atau Paser [=Pasui, sekitar Pangkajene].
Selisih waktu itu membuat Jacobs (1966:) memberi estimasi kemungkinan perjalanan Antonia de Paiva ke pesisir barat Sulawesi bukanlah pelayaran Portugis yang pertama. Yang agak pasti bahwa Paiva adalah orang Barat pertama yang tercatat berdiam di Sulawesi Selatan. Sedangkan Pinto, salah seorang pengikut ekspedisi yang berangkat dari Malaka tahun 1545 untuk Suppa, singgah dan berdiam di Sidenreng, salah satu kerajaan penting pada masa itu di daratan tengah Sulawesi Selatan dan dalam perjalanan mudiknya ke Malaka tahun 1548 singgah di Siang (Pelras, 1977: 230-231 dan 1981: 155-156, dikutip dari Jacobs, 1966; Wicki, Documenta; St, Insulinaia).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari kesaksian-kesaksian mereka itulah kita mendapatkan informasi penting mengenai jenis-jenis komoditas utama Sulawesi Selatan. Ketertarikan para pedagang itu rupanya telah dirangsang sejak 1533 oleh Tristao d'Ateide, Gubernur Maluku. Dalam catatan Urdaneta, [Relation yang telah menghimpun informasi itu, seperti dikutip Pelras (1977: 229), d'Ataide telah menulis surat kepada raja Portugal bahwa ia akan mengirim kapal besar dan beberapa «kora-kora» ke os Macasares; tempat yang berdekatan dengan pulau-pulau Sulawesi, sebagai daerah penghasil emas. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan mengenai rute perdagangan baru yang memberi beberapa peta garis-garis pantai, kita mendapatkan informasi dari catatan yang dihimpun Francisco de Souza [Orietite] dan Couto (Decadas, V), bahwa pada tahun 1542 telah datang ke Ternate dua bangsawan dari Macasar. Atas inisiatif Gubernur Maluku yang baru, Antonio Galvao, mereka dibaptis dan mengadopsi nama masing-masing: Antonio Galvao dan Miguel Galvao. Setahun kemudian, kedua bangsawan itu kembali ke Ternate dengan pengikutnya membawa cendana, sedikit emas dan senjata-senjata.
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari kesaksian itu, agaknya emas dan. cendana merupakan produk paling dicari. Prof. Lombard (1995) malahan telah menyebut bahwa pada awalnya kedatangan pedagang asing, bukan hanya dari Eropa tetapi terutama dari India. Mereka datang mencari emas. Justru itu, dalam karya kesusastraan India kita diperkenalkan pada swarnadwipa, untuk menyebut daerah penghasil emas di kepulauan sebelah barat Indonesia. Sementara wilayah sebelah timur Nusantara, memang ada indikasi emas pernah ditambang di pedalaman Kalumpang, namun bukan logam itu yang secara kontinu diperoleh dari Sulawesi Selatan. Pada mesa itu, produk Sulawesi Selatan terutama hasil hutan, beras dan bahan makanan lainnya. Pires (Cortesao, 1944) misalnya, menyebut beras sebagai produk utama Macasar. Dan kenyataannya, para pelaut Portugis belakangan telah mempunyai kesan khusus akan kesuburan negeri-negeri di Sulawesi Selatan.
Sulawesi Selatan memang tak mengenal produk rempah- rempah, tetapi itu bukan berarti menyebabkannya sepi dari perdagangan. Dengan mengutip Paiva, Pelras (1981:158-163) memberi rincian tentang produk-produk penting Sulawesi Selatan pada abad XVI. Berdasarkan jenisnya, kita dapat mengklasifikasikan produk Sulawesi Selatan ke dalam tiga kategori: hasil hutan, produk pertanian dan peternakan, serta produk mineral. Kelompok pertama, kita diperkenalkan pada kayu cendana [sartal] yang dieksploitasi di hutan sekitar Kaili dan Donggala, Sulawesi Tengah dan Utara. Menurut informasi Ferrand (1913-4: 547), kayu cendana Kaili dan Donggala mempunyai kualitas. Kelompok kedua, kecuali beras banyak dijual ternak [kerbau, kambing, babi], ikan serta buah-buahan dalam jumlah yang melimpah. Dan kelompok ketiga, seperti dikutip di atas terdapat sedikit emas yang ditambang di sekitar pegunungan Toraja, besi, timah dan tembaga. Berdasarkan kategori jumlah dan harganya yang telah dikonversikan Pelras (1981:159), satu sama lain secara persis, terutama kelompok bahan makanan, mestinya produk-produk lokal itu merefleksikan adanya aktivitas perdagangan besar.
Benar yang dikatakan Pelras (1981:163) bahwa daya tarik utama kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara karena motif komersial. Meskipun pada awalnya Sulawesi dianggap kurang menunjukan perannya yang penting dalam dunia perdagangan, namun bukan berarti Sulawesi Selatan terisolir dari jaringan niaga interinsuler. Kesaksian-kesaksian pertama Portugis sejak pertengahan pertama abad XVI telah menunjukkan bahwa pesisir barat telah memiliki jaringan sendiri, meluas dari utara ke selatan. Disebut secara simultan kota-kota niaga seperti Mamuju, Alitta, Bacukiki, Siang, Tallo dan kemudian Gowa. Di kota- kota niaga pasti telah berkembang pusat-pusat politik berbentuk «kerajaan» yang mengontrol lalu lintas perdagangan antar pulau (Pelras, 1977: 238-240; 1981:164).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Tome Pires sejak awal abad XVI telah mencatat tentang hubungan antara pulau-pulau Macasar dengan Jawa, Kalimantan, Pahang, Siam. Watak perantaranya telah dicatat d'Ateide, bahwa kapal- kapal Makassar telah menghubungkan mata rantai Malaka dan Maluku (Pelras, 1981: 165, dikutip dar Sa, 1:315). Detil-detil kapal mereka juga telah dicatat sumber-sumber Portugis, bahkan memposisikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu kawasan yang memiliki semacam teknologi maritim yang telah siap menyambung jaringan-jaringan pertukaran regional di kepulauan. Dan jika tidak lama setelah raja-raja Makassar menerima Islam, kota-kota dagang semakin berkembang dan bersaing ketat dalam kapasitasnya sebagai pelabuhan sekaligus pedagang perantara, karena sekurang-kurangnya satu abad sebelum itu, orang Makassar telah ikut mengambil bagian dalam perdagangan interinsuler.
Demikian artikel sejarah sulawesi dan makassar, dan pendapat beberapa ahli tentang sejarah sulawesi dan makassar. Terima kasih, Salam belajar dan tetap ikuti http://www.sistempengetahuansosial.com/.
Dari artikel Hubert Jacobs yang diterbitkan dalam Studia no. 17 (1966) dan dua artikel Pelras (1977 dan 1981), kita memperoleh sumber data yang pada pokoknya berkisar tentang skema penemuan awal Sulawesi oleh para pelaut Portugis dalam dua rentang waktu. Informasi pertama berkenaan dengan kurun waktu 1513-1523. Sampai pada hari ini, sumber informasi tertua berasal dari Tome Pires yang dipublikasikan dalam Suma Oriental (1512-1513) seperti dihimpun oleh Armando Cortesao (1944) dan yang kedua, catatan Simao d'Abreau (1523) yang dihimpun oleh Ratelo (Informacao sobre as Molucas), dalam Arturo Basilio de Sa (Documentacao para a historia das Missoes do Padroada Portugues do Oriente: Insulindia, 1956, III: 393).
Selama hampir dua dasawarsa, Sulawesi hanya diperkenalkan Tome Pires sebagai daratan yang terdiri dari pulau-pulau yang dinamai Macacar (ilha do Macasar), Perdagangan Macasar saat itu masih kurang penting, yang dilakukan antara pulau-pulau sekitar Sulawesi dan negeri- negeri lainnya seperti Jawa, Malaka, Brunei, Pahang dan Siam (Cortesao, 1944: 326-327). Kemudian d Abreau melihat pulau-pulau Sulawesi sebagai bagian dari gugusan pulau Sangir dan Talaud di laut Sulawesi. Baru pada tahun 1534 pengetahuan orang Portugis mengenai pulau itu menjadi agak nyata. Berdasarkan pada peta-peta Portugis dan salinan- salinan Perancisnya (1541, 1540, 1550), Macacar dan Celebes dianggap sebagai nama yang berdekatan membentuk sebuah daratan (Pelras, 1977: 237, dikutip dari Sa, 1954,1: 315; Jacobs, 1966). [Sejarah sulawesi dan makassar]
Toponim
[Sejarah sulawesi dan makassar] Pada seri pertama, peta-peta memperlihatkan bagian-bagian daratan yang berbeda. Pertama, pesisir utara berangkat dari semenanjung utara (Manado-Tanjung Dondo) secara horizontal dengan orientasi barat- timur. Kedua, pesisir barat secara vertikal dari utara ke selatan; bermula dari Tanjung Majene dan Teluk Mandar sampai ke tanjung selatan. Pada peta-peta seri pertama ini tercantum beberapa toponim: Mamollo (Mamuju), Seciom atau Sciom (Siang), Telle (Tallo') dan Agacim (Garassi').Pada seri kedua, agaknya peta-peta merupakan rekaman perjalanan Antonio de Paiva (1512-1543), menunjukkan pulau dalam bentuk yang sama, yang oleh Pelras (1981:237) dianggap sebagai stilasi dari peta seri pertama, namun pengetahuan tentang tempat-tempat di Sulawesi Selatan semakin berkembang. Kelompok pertama terdiri dari Tetoli [=Toli-toli dan Durate atau Dua-rate [Turate/Toraja?=sekitar Tanjung Dondo] dan kedua menyebut: Momoio [=Mamuju], Curi-curi/ quri-quri [=Bacukiki], Mandar, Portugal atau Botochina [?], Supa [=Suppae], Lynta [Alitta], Gintam/Gintao [?], Maliquer atau Malisi dan Malasi [=Malise, dekat Pangkajene], Ciom atau Ciam [=Siang, dekat Pangkajene], Paquer atau Pacer [=Pasui?, dekat Pangkajene], Tello [=Tallo], Goa [=Gowa], Agacim [=Garassi'], dan Tuban [?] (Pelras, 1981: 236-239).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari nama-nama tempat itu, keterangan agak lengkap terdapat di sekitar Ciom atau Siang. Di sekitar kota Siang, Paiva menyebut beberapa toponim yang masih bisa dikenali oleh Pelras (1981: 245) dengan bantuan informannya dalam kunjungannya tahun 1973. Tcoponim Siang kuna yang diidentifikasi Pelras yaitu: Matugym [=Matojeng], Borneo [=Bunnea], Lomtar [=Talak, sekitar 15 km di utara Pangkajene], Magumtor [=Ma'runtu atau Ma'duntu, bukit kapur di utara Siang], Malique [=Malise, dekat desa La’bakkang], Gintam [di sebelah utara Siang?], Paquer atau Paser [=Pasui, sekitar Pangkajene].
Komoditas dan Hubungan Dagang
[Sejarah sulawesi dan makassar] Sejarah penemuan daratan Makassar lengkap dengan toponim-toponim yang sebagian besar masih bisa dikenali sampai sekarang, dengan sendirinva menunjukkan perkembangan pengetahuan para pelaut Portugis dalam menjalani rute laut altematif untuk tujuan mencari sumber rempah-rempah dari Malaka ke Maluku. Jika mereka mencatat dan menyinggahi tempat-tempat di pesisir barat Sulawesi tentu bukan tanpa alasan. Pires menulis satu tahun setelah kejatuhan Malaka [1511] bahwa pulau-pulau Macasar merupakan tempat-tempat yang terikat dalam jaringan perdagangan interinsuler. Meskipun Pires menduga perdagangan Macasar masih kurang penting, tetapi, sejak itu, sudah menawarkan rute langsung ke Maluku dengan melalui pesisir-pesisir selatan Kalimantan dan Sulawesi; sebuah alternatif dari rute tradisional melalui pesisir utara Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara. Namun kita harus menunggu sampai pertengahan abad XVI, untuk mengetahui gambaran Sulawesi Selatan, yaitu sejak perjalanan Antonio de Paiva [1542-15431 dan Manuel Pinto [1545-1548] ke pesisir barat Sulawesi Selatan.Selisih waktu itu membuat Jacobs (1966:) memberi estimasi kemungkinan perjalanan Antonia de Paiva ke pesisir barat Sulawesi bukanlah pelayaran Portugis yang pertama. Yang agak pasti bahwa Paiva adalah orang Barat pertama yang tercatat berdiam di Sulawesi Selatan. Sedangkan Pinto, salah seorang pengikut ekspedisi yang berangkat dari Malaka tahun 1545 untuk Suppa, singgah dan berdiam di Sidenreng, salah satu kerajaan penting pada masa itu di daratan tengah Sulawesi Selatan dan dalam perjalanan mudiknya ke Malaka tahun 1548 singgah di Siang (Pelras, 1977: 230-231 dan 1981: 155-156, dikutip dari Jacobs, 1966; Wicki, Documenta; St, Insulinaia).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari kesaksian-kesaksian mereka itulah kita mendapatkan informasi penting mengenai jenis-jenis komoditas utama Sulawesi Selatan. Ketertarikan para pedagang itu rupanya telah dirangsang sejak 1533 oleh Tristao d'Ateide, Gubernur Maluku. Dalam catatan Urdaneta, [Relation yang telah menghimpun informasi itu, seperti dikutip Pelras (1977: 229), d'Ataide telah menulis surat kepada raja Portugal bahwa ia akan mengirim kapal besar dan beberapa «kora-kora» ke os Macasares; tempat yang berdekatan dengan pulau-pulau Sulawesi, sebagai daerah penghasil emas. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan mengenai rute perdagangan baru yang memberi beberapa peta garis-garis pantai, kita mendapatkan informasi dari catatan yang dihimpun Francisco de Souza [Orietite] dan Couto (Decadas, V), bahwa pada tahun 1542 telah datang ke Ternate dua bangsawan dari Macasar. Atas inisiatif Gubernur Maluku yang baru, Antonio Galvao, mereka dibaptis dan mengadopsi nama masing-masing: Antonio Galvao dan Miguel Galvao. Setahun kemudian, kedua bangsawan itu kembali ke Ternate dengan pengikutnya membawa cendana, sedikit emas dan senjata-senjata.
[Sejarah sulawesi dan makassar] Dari kesaksian itu, agaknya emas dan. cendana merupakan produk paling dicari. Prof. Lombard (1995) malahan telah menyebut bahwa pada awalnya kedatangan pedagang asing, bukan hanya dari Eropa tetapi terutama dari India. Mereka datang mencari emas. Justru itu, dalam karya kesusastraan India kita diperkenalkan pada swarnadwipa, untuk menyebut daerah penghasil emas di kepulauan sebelah barat Indonesia. Sementara wilayah sebelah timur Nusantara, memang ada indikasi emas pernah ditambang di pedalaman Kalumpang, namun bukan logam itu yang secara kontinu diperoleh dari Sulawesi Selatan. Pada mesa itu, produk Sulawesi Selatan terutama hasil hutan, beras dan bahan makanan lainnya. Pires (Cortesao, 1944) misalnya, menyebut beras sebagai produk utama Macasar. Dan kenyataannya, para pelaut Portugis belakangan telah mempunyai kesan khusus akan kesuburan negeri-negeri di Sulawesi Selatan.
Sulawesi Selatan memang tak mengenal produk rempah- rempah, tetapi itu bukan berarti menyebabkannya sepi dari perdagangan. Dengan mengutip Paiva, Pelras (1981:158-163) memberi rincian tentang produk-produk penting Sulawesi Selatan pada abad XVI. Berdasarkan jenisnya, kita dapat mengklasifikasikan produk Sulawesi Selatan ke dalam tiga kategori: hasil hutan, produk pertanian dan peternakan, serta produk mineral. Kelompok pertama, kita diperkenalkan pada kayu cendana [sartal] yang dieksploitasi di hutan sekitar Kaili dan Donggala, Sulawesi Tengah dan Utara. Menurut informasi Ferrand (1913-4: 547), kayu cendana Kaili dan Donggala mempunyai kualitas. Kelompok kedua, kecuali beras banyak dijual ternak [kerbau, kambing, babi], ikan serta buah-buahan dalam jumlah yang melimpah. Dan kelompok ketiga, seperti dikutip di atas terdapat sedikit emas yang ditambang di sekitar pegunungan Toraja, besi, timah dan tembaga. Berdasarkan kategori jumlah dan harganya yang telah dikonversikan Pelras (1981:159), satu sama lain secara persis, terutama kelompok bahan makanan, mestinya produk-produk lokal itu merefleksikan adanya aktivitas perdagangan besar.
Benar yang dikatakan Pelras (1981:163) bahwa daya tarik utama kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara karena motif komersial. Meskipun pada awalnya Sulawesi dianggap kurang menunjukan perannya yang penting dalam dunia perdagangan, namun bukan berarti Sulawesi Selatan terisolir dari jaringan niaga interinsuler. Kesaksian-kesaksian pertama Portugis sejak pertengahan pertama abad XVI telah menunjukkan bahwa pesisir barat telah memiliki jaringan sendiri, meluas dari utara ke selatan. Disebut secara simultan kota-kota niaga seperti Mamuju, Alitta, Bacukiki, Siang, Tallo dan kemudian Gowa. Di kota- kota niaga pasti telah berkembang pusat-pusat politik berbentuk «kerajaan» yang mengontrol lalu lintas perdagangan antar pulau (Pelras, 1977: 238-240; 1981:164).
[Sejarah sulawesi dan makassar] Tome Pires sejak awal abad XVI telah mencatat tentang hubungan antara pulau-pulau Macasar dengan Jawa, Kalimantan, Pahang, Siam. Watak perantaranya telah dicatat d'Ateide, bahwa kapal- kapal Makassar telah menghubungkan mata rantai Malaka dan Maluku (Pelras, 1981: 165, dikutip dar Sa, 1:315). Detil-detil kapal mereka juga telah dicatat sumber-sumber Portugis, bahkan memposisikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu kawasan yang memiliki semacam teknologi maritim yang telah siap menyambung jaringan-jaringan pertukaran regional di kepulauan. Dan jika tidak lama setelah raja-raja Makassar menerima Islam, kota-kota dagang semakin berkembang dan bersaing ketat dalam kapasitasnya sebagai pelabuhan sekaligus pedagang perantara, karena sekurang-kurangnya satu abad sebelum itu, orang Makassar telah ikut mengambil bagian dalam perdagangan interinsuler.
Demikian artikel sejarah sulawesi dan makassar, dan pendapat beberapa ahli tentang sejarah sulawesi dan makassar. Terima kasih, Salam belajar dan tetap ikuti http://www.sistempengetahuansosial.com/.