klik saja

RPJPD Kabupaten Bantaeng (BAB II)

Posted by

CHAPTER TWO RPJPD KABUPATEN BANTAENG

Salam jumpa sobat., kali ini dalam Sistem Pengetahuan Sosial akan dijelaskan bab II dari rpjpd kabupaten bantaeng, yang merupakan kelanjutan dari bab I pengantar rpjpd kabupaten bantaeng dan jangan lewatkan kelanjutannya sampai bab VI yah. Okey sobat selamat membaca rpjpd kabupaten bantaeng berikut ini...
BAB II RONA WILAYAH KABUPATEN BANTAENG
Bab ini akan menguraikan tinjauan umum terhadap Wilayah Kabupaten Bantaeng yaitu identifikasi terhadap karakteristik kondisi wilayah meliputi, kondisi umum wilayah karakteristik kondisi geomorfologis, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sosial kependudukan, sarana dan prasarana daerah dan keadaan perekonomian daerah. Tinjauan terhadap kondisi daerah ini menjadi dasar kajian dalam menentukan strategi pembangunan daerah kabupaten bantaeng.
2.1.    Kondisi Geomorfologis
Letak Geografis
Kabupaten Bantaeng terletak 120 km arah Selatan Kota Makassar ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, dengan posisi geografis terletak antara 5° 21' 13"- 5° 35' 26' Lintang Selatan dan 119° 51' 42" - 120° 03 27" Bujur Timur. Cakupan wilayah Kabupaten Bantaeng terbentang mulai dari tepian Laut Flores sampai ke daerah pegunungan Gunung Lompobattang. Kabupaten Bantaeng memiliki luas wilayah sekitar 395,83 km2 (39.583 ha) dengan komposisi penggunaan lahan terdiri dari Lahan sawah 7.253 ha (18,32%) dan Lahan kering 32.330 ha (81,68%), panjang garis pantai 21,50 km. Sebelah utara Kabupaten Bantaeng berbatasan  dengan Kabupaten Gowa dan Bulukumba, sebelah selatan dengan laut Flores, sebelah timur dengan Kabupaten Bulukumba , sebelah barat dengan Kabupaten Jeneponto. Sampai dengan tahun 2005 wilayah Administratif Kabupaten Bantaeng terdiri atas 8 kecamatan, 46 Desa dan 21 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Bantaeng adalah sekitar 397 km2 terdiri dari 6 kecamatan, masing- masing Kecamatan Bisappu (42,2 km2), Bantaeng (30,1 km2), Tompobulu (74,8 km2), Ulu Ere (103,7 km2), Pa'jukukang (103,0 km2) dan Eremerasa (44,1 km2).
Topografi
Kabupaten Bantaeng terletak pada wilayah yang topografinya bervariasi (datar, pegunungan dan perbukitan). Topografi yang memiliki lereng lebih besar dari 40% mendominasi wilayah perbukitan, terletak dibagian utara, khususnya kecamatan Uluere, Bantaeng, Eremerasa dan Tompobulu. Topografi agak datar sampai bergelombang terletak dibagian selatan, umumnya terletak di sekitar garis pantai, dengan luas sekitar 28.900 ha, tersebar di Kecamatan Pajjukuang, Bantaeng dan Bissapu, serta sebagian kecil di Kecamatan Eremerasa.
Pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15 % (lereng kritikal yang menentukan deliniasi peruntukan lahan pertanian) mencapai 11.000 ha, tersebar di kecamatan Uluere, Tompobulu, Eremerasa, Bantaeng dan Bissappu.
Kabupaten Bantaeng memiliki keterbatasan kemampuan lahan untuk pengembangan pertanian yang pengolahannya bersifat intensif. Kondisi ini memerlukan inovasi teknologi pengolahan lahan, misalnya memvariasikan tutupan lahan yang berfungsi konservasi dan sekaligus berdampak terhadap pendapatan petani.
Kabupaten Bantaeng memiliki elevasi yang bervariasi mulai dari sekitar 100 m menjadi lebih dari 2500 m dpi. Dengan profil topografi demikian, wilayah datar kabupaten Bantaeng, khususnya daerah perkotaan rentan terhadap banjir, terutama pada musim hujan, karena adanya koefisien aliran permukaan (overland flow) dan curah hujan yang tinggi di wilayah perbukitan. Kondisi ini menjadi kendala utama untuk pengembangan usaha pertanian tanaman semusim yang telah menjadi matapencaharian utama masyarakat Bantaeng (misalnya jagung dan sayuran).    ,
Kondisi Geologi dan Tanah
Pembentukan bentang lahan (landform) Kabupaten Bantaeng dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dari Gunung Lompobattang sejak ribuan tahun lalu. Karena itu, landform utama kabupaten Bantaeng adalah landform vulkan, kaki vulkan dan dataran vulkan. Landform alluvium juga terdapat di Kabupaten Bantaeng, disekitar garis pantai, tetapi luasnya lebih sempit. Landform alluvium ini terbentuk dari endapan pantai dan sungai yang bermuara ke laut.
Adanya aktifitas vulkanik menyebabkan wilayah kabupaten Bantaeng memiliki komposit geologis umumnya terbentuk dari batuan yang berasosiasi dengan batuan vulkan, misalnya petroklasik, kelompok basal, breksi laharik dan sedikit alluvium. Batuan petroklasik terdapat di bagian Utara dengan luas sekitar 2738 ha di Kecamatan Uluere, 648 ha di kecamatan Tompobulu dan88 ha di kecamatan Eremerasa. Sesuai dengan landformnya, batuan alluvium terdapat di sekitar garis pantai dengan luas areal hanya sekitar 208 ha. Sebagai dampak dari aktivitas vulkanik ini, maka tanah di Kabupaten Bantaeng cukup subur dan banyak mengandung Fosfor dan Kalium.
Di Kabupaten Bantaeng ditemukan jenis tanah Andosol, Latosol, Mediteran dan Regosol. Mediteran adalah jenis tanah yang dominan dan pada umumnya terletak di kawasan permukiman dan pertanian. Tanah Andosol terletak pada daerah hulu pada ketinggian di atas 1000 m dpi. Tanah Latosol berada pada ketinggian antara 1000 dan 1500 m dpi. Sebagian dari tanah Latosol telah dikembangkan menjadi areal pertanian untuk tanaman semusim. Tanah Regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit ditemukan, hanya berada di daerah pesisir pantai, dari daerah sekitar kota Bantaeng menuju ke perbatasan dengan kabupaten Bulukumba.
Erodibilitas (kemampuan tanah menahan erosi) tanah-tanah yang ada di Bantaeng cukup bervariasi, dari rendah sampai tinggi. Pada umumnya jenis tanah yang ada memiliki nilai cukup erodible sampai sangat erodible. Nilai erodibilitas tanah yang tinggi memerlukan kehati-hatian dalam pengelolaan tanah.
PH tanah di kabupaten Bantaeng didominasi oleh pH tanah dengan kriteria masam (pH 4,5 - 5,5); sampai agak masam (pH 5,6 - 6,5), dan hanya sedikit yang tergolong pH netral. Tanah dengan pH masam dominan terdapat di sebagian wilayah kabupaten Bantaeng bagian Utara yang meliputi Kecamatan Tompobulu, Eremerasa, Uluere, Bantaeng dan sedikit di Kecamatan Pa'jukuang. Tanah dengan pH gak masam terdapat di sebagian Kecamatan Tompobulu, Eremerasa, Uluere, Bantaeng, Pa'jukuang dan Bissapu. Tanah dengan pH netral hanya ditemukan di sebagian Kecamatan Bissapu.
Hidrologi
Di wilayah Kabupaten Bantaeng terdapat tiga daerah aliran sungai (DAS) yang relatif besar, yaitu DAS Lantebong, Sub-DAS Biangloe dan Sub-DAS Sinoa. Ketiga DAS ini memiliki peran konservasi yang sangat penting. Kondisi DAS Lantebong sudah berada pada kondisi yang kritis. Aliran permukaan (overland flow) pada DAS ini cukup tinggi dan menimbulkan banjir pada daerah hilir (Kota Bantaeng). Kondisi DAS ini memerlukan perhatian serius untuk dapat mengembalikan fungsinya sebagai fungsi konservasi, ekologis dan ekonomis. DAS kedua (Biangloe), arealnya telah banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. DAS ini merupakan daerah tangkapan hujan (catcment area) dari mata air Eremerasa yang merupakan salah satu aset dan kebanggaan ekowisata Kabupaten Bantaeng. DAS yang ketiga (Sinoa), wilayah hulunya juga merupakan kawasan budidaya (pertanian dan permukiman). Ketiga DAS tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi utamanya sebagai daerah tangkapan hujan yang dapat menjaga keberlangsungan sistem hidrologis yang bermanfaat untuk kehidupan masyarakat Kabupaten Bantaeng dan sekitarnya. Suhu udara di Kabupaten Bantaeng berkisar 21° C sampai 29° C. Distribusi curah hujan terjadi merata sepanjang tahun. Curah hujan bulanan rata adalah 41.5 mm/bulan.
Penggunaan lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Bantaeng sebagian besar (lebih besar dari 65%) sudah termanfaatkan untuk budidaya pertanian, 25 % difungsikan sebagai kawasan hutan dan semak belukar, tersisa 10 % dari luas lahan yang masih bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain (budidaya dan pemukiman).
Berdasarkan Peta Hutan Kabupaten Bantaeng, wilayah kabupaten ini terdiri dari kawasan hutan lindung, hutan produksi biasa serta kawasan budidaya non-hutan dan pemukiman. Namun berdasarkan kenyataan yang ada terlihat bahwa, sebagian besar kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi biasa telah dikonversi menjadi kawasan budidaya tanaman semusim (jagung, sayuran dan hortikultura). Tanaman jagung merupakan komoditas pertanian yang dominan di kawasan budidaya di luar kawasan hutan. Areal pertanaman jagung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan yang terjadi sampai ke wilayah berlereng terjal dan elevasi di atas 1000 m dpi. Sebagian areal hutan pinus telah dikonversi menjadi areal pertanaman jagung. Tanaman kopi merupakan komoditas perkebunan yang diusahakan di wilayah berelevasi antara 500 sampai 1500 m dpi. Komoditas lainnya (kemiri, lada dan kapuk randu) banyak diusahakan pada daerah yang berelevasii kurang dari 500 m dpi.
Penggunaan lahan di Kabupaten Bantaeng didominasi oleh penggunaan lahan untuk pertanian tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan, tanaman industri dan tanaman/vegetasi kehutanan. Penggunaan lahan untuk pertanian dan perkebunan telah sampai pada daerah yang topografinya berombak sampai bergunung (bentuk lahan yang dominan).
Terdapat penggunaan lahan yang menempati kawasan hutan. Penggunaan lahan ini tidak sesuai dengan kemampuan lahan menurut kelas kesesuaian lahan (FAO, 1976 dan Syset al., 1993). Penggunaan lahan yang tidak sesuai berdampak serius pada perubahan kualitas lingkungan. Peningkatan luas lahan kritis, erosi, longsor dan menurunnya kesuburan tanah secara drastis merupakan dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai. Produktivitas lahan pada penggunaan lahan yang tidak sesuai sangat rendah dan tidak ekonomis untuk dikelola dalam skala usaha tani.
RPJPD Kabupaten Bantaeng (BAB II)

2.2.    Kondisi dan Potensi Sumberdaya Alam
Potensi Tanaman Pangan dan Hortikultura
Padi adalah tanaman pangan utama di Kabupaten Bantaeng. Luas pertanaman padi Tahun 2008 adalah 14.600 ha, dengan produksi 71.700 ton pertahun. Sentra prduksi padi terdapat di Kecamatan Bissappu dan Pa'jukukang. Melihat kondisi biofisik seperti yang telah digambarkan di atas dan kondisi luas lahan yang terbatas, akan menyulitkan kegiatan intensifikasi usaha tani padi. Tanaman padi tidak potensial untuk dikembangkan karena adanya kelimpahan batuan dan lereng yang terjal yang menyulitkan untuk mengembangkan sistim persawahan bertingkat.
Tanaman pangan yang kedua adalah jagung. Luas pertanaman jagung di Kabupaten Bantaeng 33.500 ha, dengan produksi 191.800 ton pertahun. Sentra produksi jagung terdapat di Kecamatan Eremerasa, Gantarangkeke, Sinoa, Bissappu, Bantaeng dan Uluere. Kendala biofisik berupa tanah erosif, lereng yang terjal, kelimpahan batuan dan ketinggian tempat merupakan kendala yang dihadapi untuk pengembangan pertanaman jagung. Pengelolaan jagung secara ekstensifikasi tidak sesuai kondisi biofisik yang demikian. Pengelolaan secara intensif yang ramah lingkungan untuk meningkatkan produkstifitas lahan dan meningkatkan kualitas produksi adalah pengelolaan yang sesuai dengan kondisi biofisik seperti yang telah digambarkan di atas.
Luas pertanaman umbi umbian di Kabupaten Bantaeng adalah 397 ha, dengan produksi 5.500 ton pertahun. Pada Akhir Tahun 2008, talas sudah mulai dikembangkan secara komersial dan akan ditingkatkan menjadi salah satu komoditas eksport Kabupaten Bantaeng. Beberapa tanaman umbi umbian yang lain misalnya ubi jalar, ubi kayu mempunyai prosfek untuk dikembangkan secara komersial.
Tanaman sayuran juga merupakan tanaman yang cukup potensial di Kabupaten Bantaeng. Luas pertanaman sayuran (kol, wortel, kentang, tomat, brokoli dan bunga kol) di Kabupaten Bantaeng 3.157 ha, dengan produksi 33.200 ton pertahun. Sentra produksi sayuran terdapat di Kecamatan Ulu Ere dan Sinoa. Berdasarkan hasil karakterisasi lahan Tahun 2002, masih terdapat potensi pengembangan sayuran 1.160 ha yang terdapat di Kecamatan Eremerasa dan 416 ha di Kecamatan Uluere.
Buah buahan juga merupakan produk andalan Kabupaten Bantaeng. Luas pertanaman buah buahan di Kabupaten Bantaeng adalah 4.000 ha, dengan produksi 37.000 ton pertahun. Sentra produksi terdapat di Ulu Ere dan Sinoa dan Eremerasa. Tanaman buah buahan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bantaeng adalah Jeruk, langsat, manggis, rambutan, lengkeng, nenas, anggur, mangga, appel, markisa, nangka, durian, avokat, sukun. Beberapa tanaman buah buahan spesifik (apel, anggur, strawbery) dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi biofisik pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bantaeng. Luas potensi tanaman buah buahan yang dapat dikembangkan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bantaeng sebagai berikut:
Tabel-1. Luas dan potensi tanaman buah buahan
NO NAMA TANAMAN LUAS (Ha) KECAMATAN POTENSIAL LUAS POTENSI PENGEMBANGAN (Ha)
1 Jeruk 500 Bissappu, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang dan Eremerasa 14.000
2 Manggis Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 8.000
3 Rambutan Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 7.400
4 Lengkeng Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 4.500
5 Nenas Belum ada hamparan Bissappu, Bantaeng, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 19.000
6 Anggur Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 13.000
7 Mangga Belum ada hamparan Bissappu, Bantaeng, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 14.000
8 Apel dan Markisa Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere, dan Eremerasa 2.100
9 Nangka
Bissappu, Bantaeng, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 18.000
10 Alvokat
Semua Kecamatan 14.500
11 Sukun
Bissappu, Bantaeng, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 18.000
Luas potensi pengembangan tersebut adalah luas yang sesuai berdasarkan analisis kesesuaian lahan. Pengembangan agrowisata dapat difokuskan pada tanaman yang spesifik dan bernilai ekonomi tinggi seperti jeruk, apel, anggur, lengkeng, rambutan dan manggis. Sentra hamparan pengembangan komoditas diusahakan berbasis desa yang disesuaikan dengan potensi lahan yang ada. Sentra hamparan pengembangan komoditas dipayakan berbasis pada desa yang disesuaikan dengan potensi kesesuaian lahan yang ada.
Potensi Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan cukup potensial untuk dikembangkan di kabupaten Bantaeng. Komoditi andalan sektor perkebunan yang dikembangklan di - Kabupaten Bantaeng pada tahun 2008 antara lain kopi robusta dengan produksi 1.600 ton, kapas produksinya 1.300 ton, kakao 600 ton, jambu mete dengan produksi 400 ton, kelapa dalam dengan produksi 590 ton, kapuk dengan produksi 13.000 ton, kemiri dengan produksi 590 ton, kopi arabika dengan produksi 320 ton, tembakau dengan produksi 10 ton, cengkeh dengan produksi 300 ton. Luas potensi tanaman perkebunan yang dapat dikembangkan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bantaeng sebagai berikut:
Tabel-2 Luas dan potensi tanaman Perkebunan
NO NAMA TANAMAN LUAS (Ha) KECAMATAN POTENSIAL LUAS POTENSI (Ha)
1 Teh Belum ada hamparan Tompobulu, Uluere dan Eremerasa 3.300
2 Kakao 1.276 Bissappu, Bantaeng, Tompobulu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 20.000
3 Cengkeh 660 Bissappu, Uluere, Pa'jukukang, dan Eremerasa 14.000
4 Kopi 3.000 Tompobulu, Uluere dan Eremerasa 4.500
5 Tembakau Belum ada hamparan Bissappu, Bantaeng, Pa'jukukang dan Eremerasa 13.000
6 Lada dan Vanili Belum ada hamparan ~ ~
7 Kapas Belum ada hamparan ~ ~
Luas potensi pengembangan tanaman perkebunan adalah luas yang sesuai berdasarkan analisis kesesuaian lahan. Pengembangan tanaman industri dapat difokuskan pada tanaman kopi, kakao, dan menginisiasi tanaman lainnya yang belum dikembangkan (teh, lada dan vanili). Sentra hamparan pengembangan komoditas dipayakan berbasis pada desa yang disesuaikan dengan potensi kesesuaian lahan yang ada.
Potensi Kehutanan
Hutan memiliki peran ganda, selain sebagai penyangga ekologis, juga berperan sebagai sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi yang cukup penting. Kedua peran tersebut harus seimbang dalam pengelolaannya. Dengan demikian hutan perlu dilindungi, dikelola dan di manfaatkan dengan baik untuk kemakmuran rakyat serta dijaga kelestarianya. Kabupaten Bantaeng sebagai daerah yang mempunyai lahan hutan yang tersebar pada 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Bantaeng, Tompobulu, Bissappu, Eremerasa dan Uluere. Kelima kecamatan ini mempunyai kawasan hutan menurut fungsinya yaitu hutan produksi seluas 2.187 hektar, hutan produksi terbatas seluas 1.262 hektar dan hutan lindung 2.773 hektar. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng adalah seluas 6.222 hektar.
Potensi Peternakan
Hasil temak merupakan salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh manusia yang berasal dari protein hewani. Keberhasilan sub sektor peternakan dapat dilihat melalui indikator populasi temak dan unggas. Populasi temak di kabupaten bantaeng cenderung mengalami penurunan. Populasi temak besar pada tahun 2003 tercatat 34.385 ekor turun menjadi 34.325 ekor pada tahun 2004 atau turun sekitar 0,17 persen. Temak sapi adalah salah satu temak yang cukup potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bantaeng.
Hasil Perikanan dan Kelautan
Posisi geografis Kabupaten Bantaeng berhadapan langsung dengan laut Flores dengan panjang garis pantai 21,5 km yang merupakan potensi untuk pengembangan budidaya laut. Potensi perikanan budidaya pantai tidak terlalu memadai. Luas tambak di kabupaten Bantaeng hanya 191 hektar dan budidaya udang galah 71 hektar dengan hasil produksi tambak udang mencapai 124 ton per tahun dan hasil tambak ikan mencapai 110 ton per tahun. Melihat geomorfologi pantai yang berhadapan langsung dengan laut flores, meliki potensi untuk pengembangan pembenihan udang dan ikan.
Posisi geografis Kabupaten Bantaeng yang berbatasan langsung dengan Laut Flores menyebabkan kabupaten ini mempunyai potensi perikanan tangkap yang cukup besar. Hasil tangkapan nelayan mencapai 3.660 ton pertahun. Jenis hasil tangkapan nelayan antara lain layang, cakalang, tenggiri, tongkol, kembung, kerapu dan lain-lain.
Produk kelautan yang lain yang telah dikembangkan di Kabupaten Bantaeng adalah rumput laut. Sejak tahun 2002 masyarakat pantai telah mengembangkan budidaya rumput laut dengan sistim tali bentang. Produksi rumput laut yang dikembangkan disepanjang pantai Kecamatan Pa'jukukang sebesar 1.144 ton pertahun.
2.3.    Lingkungan Hidup
Kualitas lingkungan hidup daerah Kabupaten Bantaeng mengalami penurunan setiap tahunnya. Berbagai masalah lingkungan hidup seperti pendangkalan muara sungai, pencemaran perairan laut, banjir, longsor, kekeringan, abrasi pantai, lahan kritis, pengikisan tebing sungai dan lain-lain mengalami peningkatan dan berkembang dalam skala yang lebih luas.
Faktor utama penyebab penurunan kualitas lingkungan hidup antara lain disebabkan adanya kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan serta rendanhya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi lingkungan.
Kerusakan DAS
Terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berperan besar dalam ekohidrologi di Bantaeng dan sekitarnya yaitu DAS Lantebong, Sub-DAS Biangloe dan Sub-DAS Sinoa. Kondisi DAS Lantebong sudah berada pada kondisi yang kritis. Aliran permukaan (overland flow) pada DAS ini cukup tinggi dan menimbulkan banjir setiap tahun pada daerah hilir (Kota Bantaeng). Lahan pada DAS Biangloe telah banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. DAS ini merupakan daerah tangkapan hujan (catcment area) dari mata air Eremerasa yang merupakan kawasan ekowisata Kabupaten Bantaeng. DAS Sinoa, wilayah hulunya telah berubah menjadi kawasan budidaya (pertanian dan permukiman). Kondisi DAS yang kritis tersebut telah mengakibatkan banjir tahunan dan sedimentasi yang merusak ekosistem pesisir Bantaeng dan sekitarnya. Ketiga DAS tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsinya sebagai daerah tangkapan hujan yang dapat menjaga keberlangsungan sistem ekohidrologis di Bantaeng dan sekitarnya.
Kerusakan Hutan dan Lahan
Berdasarkan hasil studi karakterisasi lahan di Kabupaten Bantaeng, didapatkan bahwa telah terjadi perubahan dan alih fungsi lahan hutan yang cukup nyata. Daerah yang diplotkan sebagai kawasan hutan lindung sudah mulai dirambah untuk dialih fungsikan, walaupun masih dalam luasan sangat berbatas. Daerah yang di peruntukan sebagai hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi biasa (HPB) sudah banyak dialih fungsikan sebagai lahan pengembangan tanaman jagung, sayuran dataran tinggi, kopi dan kemiri. Dari hasil survei lapangan (dengan titik-titik koordinat yang dicatat dari GPS) diperkirakan sekitar 40 % dari lahan hutan sudah dialih fungsikan menjadi lahan budidaya tanaman pangan dan perkebunan.
2.4.    Kondisi Sosial dan Kependudukan
Mengacu pada hasil registrasi penduduk akhir tahun 2007, jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng tercatat sebanyak 170.824 jiwa yang terdiri atas 82.623 laki- laki dan 88.201 perempuan. Pada tahun 2003 penduduk Kabupaten Bantaeng tercatat sebanyak 162.153 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai sebesar 1,32%. Rata-rata kepadatan penduduk pada periode yang sama terhitung sebesar 430 jiwa/km2. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng selama periode 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel-3.
Tabel-3: Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng Tahun 2003 - 2007
Tahun JumlahPenduduk Laki-Laki Perempuan Ratio Jenis Kelamin Pertumbuhan
(%)
2003 162.153 78.817 83.336 94,58 ~
2004 167.284 83.447 83.837 99,53 3,16
2005 169.357 83.892 85.210 98,45 1,24
2006 170.057 82.605 87.452 94,46 0,41
2007 170.824 82.62388.20193,680.45
Rata-Rata Pertumbuhan Penduduk    132
Sumber: BPS Kabupaten Bantaeng, 2008
Keadaan penduduk berdasarkan lapangan kerja menunjukkan bahwa porsi penduduk yang terlibat dalam pekerjaan dibidang pertanian meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2003, penduduk yang bekerja dibidang pertanian (pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan) mencakup porsi 67,89%, dalam empat tahun terakhir porsinya meningkat terus hingga mencapai 73,42%. Dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB yang semakin menurun, itu berarti bahwa penduduk yang bekerja disektor pertanian sebenarnya mengalami penurunan pendapatan secara rata-rata. Keadaan penduduk berdasarkan lapangan kerja dapat dilihat pada Tabel-4.
Tabel-4: Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Bantaeng, Periode Tahun 2003 - 2007.
Lapangan Pekerjaan 2003 2004 2005 2006 2007
Pertanian 67,89 68,99 67,89 68,99 73,42
Industri 3,64 3,67 3,64 3,67 2,69
Perdagangan 8,50 9,25 8,50 9,25 7,55
Jasa-Jasa 10,28 11,16 10,28 11,16 9,68
Lainnya 9,69 6,93 9,69 6,93 6,66
Sumber: BPS Kabupaten Bantaeng, Tahun 2008
Dalam bidang pendidikan, pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (Taman Kanak-Kanak), dilihat dari indikator jumlah sekolah, jumlah guru, jumlah murid, dan rasio murid atas guru, menunjukkan adanya sejumlah perubahan kearah peningkatan capaian pembangunan pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel-5 berikut.
Tabel-5: Perkembangan jumlah sekolah, guru, murid dan rasio murid/ guru Taman Kanak-kanak di Kabupaten Bantaeng, 2002- 2007.
Tahun Jumlah SekolahJumlah Guru Laki-lakiJumlah Guru PerempuanJumlah Murid Laki-lakiJumlah Murid PerempuanRasio Murid / Guru
2001/2002 18 ~ 31 397 466 28
2002/2003 20 ~ 30 417 518 31
2003/2004 20 ~ 75 445 482 12
2004/2005 27 ~ 75 602 683 18
2005/2006 37 ~ 151 612 715 8
2006/2007 ~ ~ ~ ~ ~ ~
Sumber: BPS Bantaeng 2006, diolah.
Pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar, dari tahun 2003 hingga 2007 terjadi penurunan jumlah sekolah akibat kerusakan, tetapi di sisi lain jumlah murid terus meningkat, jumlah guru juga terus meningkat, sedemikian rapar sehingga rasio murid dan guru mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Perkembangan ini dapat dilihat pada Tabel-6.
Pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), jumlah sekolah relatif tetap sepanjang 2003-2007, jumlah murid meningkat dari tahun ke tahun, dan peningkatan itu diikuti oleh peningkatan jumlah guru, sehingga rasio murid dan guru dapat diperbaiki. Perkembangan ini dapat dilihat pada Tabel-7.
Tabel-6: Perkembangan jumlah sekolah, jumlah guru dan jumlah murid serta rasio murid/ guru SD di Kabupaten Bantaeng 2003-2007.
Tahun Jumlah SekolahJumlah Guru Laki-lakiJumlah Guru PerempuanJumlah Murid Laki-lakiJumlah Murid PerempuanRasio Murid / Guru
2001/2002 136 415 600 11.880 11.736 23
2002/2003 133 404 719 11.233 11.067 20
2003/2004 133 452 756 11.471 11.466 19
2004/2005 133 404 930 12.053 11.810 17
2005/2006 133 450 1.068 12.126 12.052 15
2007/2008 132 615 1.367 13.061 12.636 13
Sumber: BPS Bantaeng 2006 dan 2008, diolah.
Tabel-7: Perkembangan jumlah sekolah, jumlah guru dan jumlah murid serta rasio murid/guru SLTP di Kabupaten Bantaeng 2003-2007.
Tahun Jumlah SekolahJumlah Guru Laki-lakiJumlah Guru PerempuanJumlah Murid Laki-lakiJumlah Murid PerempuanRasio Murid / Guru
2001/2002 15 153 141 1.888 1.933 13
2002/2003 15 167 175 1.883 1.877 15
2003/2004 16 157 178 1.627 1.772 10
2004/2005 15 156 179 1.903 2.006 13
2005/2006 15 163 228 2.124 2.169 10
2007/2008 40 359 431 3.529 3.505 9
Sumber: BPS Bantaeng 2006 dan 2008, diolah.
Pada tingkat SMU dan Sekolah Kejuruan, jumlah sekolah, jumlah guru dan jumlah murid juga mengalami peningkatan dari tahun 2003 hingga 2007, dan rasio murid/ guru mengalami perbaikan sehingga pada tahun 2007 berada pada rasio ideal yakni satu guru melayani sembilan siswa.
Tabel-8: Perkembangan jumlah sekolah, jumlah guru dan jumlah murid serta rasio murid/guru SLTA di Kabupaten Bantaeng 2003- 2007.
Tahun Jumlah SekolahJumlah Guru Laki-lakiJumlah Guru PerempuanJumlah Murid Laki-lakiJumlah Murid PerempuanRasio Murid / Guru
2001/2002 6 117 73 1.377 1.406 15
2002/2003 6 110 73 1.452 1.385 17
2003/2004 6 116 75 1.483 1.406 15
2004/2005 7 116 91 1.413 1.415 13
2005/2006 8 131 110 2.263 1.038 9
2007/2008 23 285 255 2.621 2.395 ~
Sumber: BPS Bantaeng 2006 dan 2008, diolah.
Gambaran makro daya tampung sekolah terhadap penduduk usia sekolah menunjukkan bahwa pada tingkat SD dan SLTP jumlah penduduk usia sekolah yang tertampung meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi pada penduduk usia tersebut. Sementara padatingkat SLTA, terlihat pada tahun 2006, porsi penduduk usia ini sudah mulai signifikan yang memilih SMK sehingga jumlah yang ditampung di SMU mengalami penurunan (Tabel-10).
Dihubungkan dengan Indeks Pembangunan Manusia, angka melek huruf Kabupaten Bantaeng pada tahun2002 sebesar 72,6 persen dan meningkat menjadi 74,4 persen pada tahun 2004. Angka rata-rata lama sekolah pada tahun 2002 yaitu 7,5 tahun dan menurun menjadi 7 tahun pada tahun 2004. Masih rendahnya angka rata-rata lama sekolah ini terkait dengan tingkat partisipasi sekolah yang memang masih rendah.
Angka Partisipasi Mumi (APM) SD/MI, 78.21 persen; SMP/MTS. 63,5 persen; dan SMA/MA/SMK 17,39 persen. Angka partisipasi kasar (APK) SD/MI 111,1 persen, SMP/MTS 68,9 persen dan SMA/MA/SMK 31,21 persen. Angka rata- rata NEM SD/MI 5,68; SMP/MTS 5,6; SMA/MA 5,57 dan SMK 5,51. Angka mengulang SD/MI 31,59 persen; SMP/MTS 18,75 persen, dan SMA/MA/SMK 0,    27 persen. Angka putus sekolah SD/MI 9,65 persen; SMP/MTS 0,03 persen dan SMA/MA/SMK 0,15 persen.
Tabel-9: Jumlah penduduk usia sekolah yang tertampung pada tingkat SD, SLTP, SMU dan SMK di Kabupaten Bantaeng 2003-2007.
TAHUN SDSLTPSMUKEJURUAN
2001/2002 23.616 3.821 2.057 726
2002/2003 22.300 3.760 2.145 492
2003/2004 22.937 3.399 2.179 710
2004/2005 23.863 3.913 2.070 758
2005/2006 24.178 4.293 1.932 949
2007/2008 25.697 7.034 3.769 1.247
Sumber: BPS Bantaeng, 2007; diolah.
Pada bidang kesehatan, Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) tahun 2005 sebanyak 45/1000 kelahiran hidup, dan anglca ini mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 56/1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari dari angka kematian bayi-Salawesi Selatan pada tahun yang sama yaitu 47/1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita pada tahun 2003 sebesar 4/1000 kelahiran hidup dan mengalami penurunan yang cukup berarti pada tahun 2004 menjadi 2/1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) pada tahun 2003 adalah 1/44/1000 kelahiran ibu, mengalami kenaikan pada tahun 2004 menjadi 2,4/1000 kelahiran hidup, namun masih jauh lebih rendah dari angka rata-rata pada tingkat Sulawesi Selatan yaitu 3.2/1000 kelahiran hidup. Angka kematian ini terutama disebabkan karena pendarahan selama proses persalinan yang ditolong oleh dukun.
Angka kesakitan, yakni jumlah penduduk yang datang ke semua pusat pelayanan kesehatan dengan keluhan penyakit tertantu, menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun, namun pengunjung karena sakit justru menurun. Jenis penyakit di puskesmas pada tahun 2003 dan 2004 kurang lebih sama namun mengalami panurunan prevalensi. Jenis penyakit yang menduduki rangking pertama adalah infeksi akut pada saluran pernafasan (ISPA). Sedangkan jumlah balita di kabupaten Bantaeng pada tahun 2003 yang mengalami gizi buruk menurun menjadi 0,15 persen, ini menunjukan status gizi balita di kabupaten Bantaeng masih cukup baik. Pada Tahun 2007, jumlah balita yang telah diberi BCG 33,20 %, DPT 40,76 %. Dibandingkan dengan rata rata Sulsel, akses balita terhadap imunisasi masih berada di bawah angka rata provinsi.
Angka Harapan Hidup mengalami peningkatan dari 69,7 tahun pada tahun 2002 menjadi 69,9 tahun pada tahun 2004. Jumlah tenaga kesehatan disemua pelayanan kesehatan Kabupaten Bantaeng sebanyak 235 orang, tenaga dokter 27 orang (2007), tenaga bidan 27 orang dengan ratio 1,6 :10.000 penduduk, perawat dan bidan 134 orang dengan ratio 8 :10.000 penduduk, tenaga farmasi 14 orang dengan ratio 0.8 :10.000 penduduk, tenaga gizi 10 orang dengan ratio 0.6:10.000 penduduk; tenaga sanitasi 16 orang dengan ratio 0.96 :10.000 penduduk, tenaga kesehatan masyarakat 14 orang dengan ratio 0.8:10.000 penduduk.
2.5.    Sarana dan Prasarana Daerah
Sarana Kesehatan dan Sanitasi
Untuk bidang kesehatan, jumlah puskesmas tahun 2005 sebanyak 10 unit dan pada tahun 2007 menjadi 12 unit, sampai akhir tahun 2004 ratio jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk sebesar 1 :16.728 penduduk sedang ratio ideal adalah 1 : 15.000 penduduk. Jumlah puskesmas pembantu sebanyak 24 buah sedang rasio ideal yaitu 1 : 2 desa/ kelurahan, puskesmas keliling sampai akhir tahun 2004 meningkat menjadi tujuh unit. Rumah sakit satu buah dengan status kelas D dan pada tahun 2004 terjadi peningkatan dari kelas D menjadi kelas C.
Untuk pemenuhan air bersih, pelayanan air bersih masyarakat perkotaan berkisar 63 persen dari jumlah penduduk dan masyarakat pedesaan berkisar 47 persen dari jumlah penduduk. Potensi sumber air yang cukup besar di Kabupaten Bantaeng berada di Kecamatan Eremerasa dan Kecamatan Bissappu. Sumber mata air Eremerasa memiliki kapasitas 200 liter perdetik dan telah dimanfaatkan sebagian kecil oleh PDAM dan perusahaan air minum kemasan.
Jaringan perpipaan perkotaan yang sudah terpasang berkisar 54,5 km dengan dua unit instalasi pengolahan air (IPA). Untuk jaringan perpipaan pedesaan sebagian besar telah terbangun. Pelayanan kebutuhan air bersih secara umum baik, di pedesaan maupun di perkotaan Kabupaten Bantaeng masih berkisar 70 persen dari jumlah penduduk tahun 2005.
Untuk pelayanan sampah dan kebersihan kota, pelayanan sampah baru mencakup sebagian kecil kota dengan fasilitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berlokasi di Kecamatan Bessappu seluas 4 hektar dengan sistim pengolahan open-dunping. Demikian pula Tempat Pembuangan Sementara (TPS) jumlahnya masih terbatas. Armada angkutan sampah yang tersedia berupa 4 dumptruck dan 1 unit kijang, amroll 1 unit dengan 7 unit container.
Transportasi dan Aksesibilitas Pusat Pusat Pelayanan
Jaringan transportasi di Kabupaten Bantaeng telah terkoneksi ke setiap ibu kota kecamatan. Berdasarkan Rencana Tataruang Tahun 2008, Pusat pelayanan utama adalah Kota Bantaeng yang merupakan kawasan inti dan berfungsi sebagai pusat pelayanan bagian tengah. Kota ini merupakan pusat pelayanan kegiatan pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, transportasi, perbankan, industri, pariwisata serta pusat industri pengolagan hasil hasil pertanian, baik yang berasal dari Kabupaten Bantaeng sendiri maupun yang berasal dari luar Bantaeng.
Kota Panaikang (Ibu Kota Kecamatan Bontomarannu), telah terhubung dengan sistem transportasi yang ada, memposisikan kota ini sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi untuk daerah bagian barat. Kota ini merupakan pusat pelayanan untuk pengembangan pertanian, pariwisata, industri kecil dan industri pengolahan.
Banyorang (Ibu Kota Kecamatan Tompobulu) merupakan pusat pelayanan jasa sosial ekonomi bagian timur. Kota ini difungsikan sebagai pusat pelayanan untuk pengembangan perkebunan dan industri pengolahan hasil pertanian. Pajukukang juga merupakan pusat pelayanan bagian timur merupakan yang diperankan sebagai pusat pelayanan industri hasil hasil perikanan. Terdapat beberapa ibu kota kecamatan yang diposisikan sebagai pusat pelayanan lokal yaitu Eremerasa dan Bantaeng merupakan pusat pelayanan bagian barat, Tompobulu, Gantarang Keke dan Pa'jukukan sebagai pusat pelayanan bagian selatan, Bisappu, Sinoa dan Ulu Ere sebagai pusat pelayanan wilayah Timur.
Berdasarkan data statistik Tahun 2007, kondisi jalan di Kabupaten Bantaeng sebagai berikut: panjang jalan aspal 379.000 km dan jalan tanah 182.800 km. Secara umum, jalan tersebut telah menghubungkan setiap ibu kota kecamatan. Sebagian besar, jalan penghubung desa masih terdiri dari jalan tanah. Beberapa hal yang diidentifikasi sebagai masalah transportasi di Kabupaten Bantaeng: 1) kondisi ruas jalan yang belum memadai, masih terdapat 182.800 km merupakan jalan tanah, terutama jalan yang mengubungkan desa. Pada musim hujan, ruas jalan tanah sulit dilalui oleh kendaraan roda empat, hal ini menyebabkan terganggunya lalulintas dan distribusi hasil hasil pertanian ke pusat pusat pelayanan. 2) Pertambahan kendaraan bermotor meningkat 10 % pertahun, sedangkan pertambahan panjang jalan hanya 3 % pertahun. Dengan demikian diperlukan peningkatan jalan yang proporsional dengan pertambahan jumlah kendaraan; 3) terbatasnya prasarana lalulintas (trotoar, sarana perparkiran dan prasarana lainnya terutama pada ibu kota kabupaten).
2.6.    Perekonomian Daerah
2.6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besamya nilai PDRB yang berhasil diciptakan pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Dimana nilai PDRB yang digunakan itu adalah Nilai PDRB atas dasar harga konstan. Penggunaan nilai atas dasar harga konstan ini karena telah dikeluarkannya perigaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan ekonomi.
Sejak tahun 2004 pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional dihitung dengan menggunakan harga konstan 2000 sebagai tahun dasar, yang sebelumnya menggunakan tahun dasar tahun 1993.
Dibawah ini disajikan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantaeng Tahun 2002 - 2006 dalam 2 versi yaitu berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. Pertumbuhan PDRB menurut harga konstan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan ekonomi secara riil.
Tabel 10. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantaeng Tahun 2003 - 2007
Tahun PDRB (Rp. Juta) Harga BerlakuPDRB (Rp. Juta) Harga KonstanPertumbuhan / Tahun (%) Harga BerlakuPertumbuhan / Tahun (%) Harga Konstan
2003 628.699,26 500.447,41 11,16 4,89
2004 697.931,64 521.579,06 11,01 4,22
2005 781.996,25 544.270,90 12,04 4,35
2006 899.110,16 572.015,53 14,98 5,10
2007 1.024.985,60 600.616,30 16,22 5,27
Sumber: BPS Kabupaten Bantaeng, 2008
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng pada kurun waktu 2003-2007 mengalami pertumbuhan yang stabil, dapat dilihat pada Tabel 10. Semakin baiknya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng selama tahun terakhir menunjukkan hasil yang cukup baik, hal itu bisa dilihat pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten dari Tahun 2003 ke tahun 2007 yang terus mengalami kenaikan, tentunya hal itu akan membawa pengaruh yang baik bagi iklim investasi dan semakin baiknya ekonomi masyarakat Kabupaten Bantaeng.
Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng diprediksi mencapai sebesar 5,27 selama periode 2003-2007 pertumbuhan ekonomi rata-rata naik 4,89 persen tiap tahun, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng dibanding tahun sebelumnya mengalami peningkatan, dimana tahun 2006 hanya sebesar 5,10.
2.6.2.    Produk Domestik Regional Bruto
Kondisi perekonomian suatu daerah / wilayah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya alam yang dimiliki, dan kemampuan daerah itu untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki daerah. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, berbagai kebijaksanaan, langkah dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk meningkatkan roda perputaran perekonomian daerah.
Semua kebijaksanaan dan upaya pembangunan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari besamya nilai PDRB yang berhasil diciptakan dari tahun ke tahun terus meningkat.
Total PDRB Kabupaten Bantaeng pada tahun 2006 atas dasar berlaku mencapai nilai sebesar 899.110,16 (jutaan rupiah). PDRB Kabupaten Bantaeng terhadap PDRB Sulawesi Selatan pada tahun yang sama mempunyai kontribusi yang relatif sama besamya dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawahini.
Tabel 11. Perkembangan PDRB Sulawesi Selatan dan Kabupaten Bantaeng atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2007
Tahun PDRB Sul-Sel (Milyar Rp.) PDRB Kab. Bantaeng (Rp. Juta)%PDRB Kab. Bantaeng thdp PDRB Sul-Sel
2003 38.646.907,15 565.595,73 1,46
2004 43.072.847,75 628.699,62 1,46
2005 48.765.948,16 697.931,64 1,43
2006 52.042.724,45 781.996,25 1,50
2007 60.902.823,80 899.110,16 1,50
Rata-rata PDRB Kab. Bantaeng terhadap PDRB Sul-Sel adalah 1,47 %.
Sumber: BPS Kabupaten Bantaeng, 2008
Kontribusi PDRB Kabupaten Bantaeng terhadap PDRB Sulawesi Selatan selama periode tahun 2003-2007 relatif sama yaitu rata-rata sekitar 1,47 persen pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan perekonomian Kabupaten Bantaeng selama periode tersebut konsisten dengan perkembangan perekonomian Sulawesi Selatan.
2.6.3.    Struktur Ekonomi
Perekonomian Kabupaten Bantaeng didominasi sektor Pertanian dengan sumbangan sebesar 57,62 persen terhadap total PDRB Kabupaten Bantaeng, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 12. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB Per Sektor Persen)
Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007
1. Pertanian 61,34 60,06 59,43 57,62 57,85
2. Pertamb & Penggalian 0,56 0,61 0,66 0,70 0,72
3. Industri Pengolahan 3,45 3,59 3,66 3,47 3,54
4. Listrik, Gas dan Air 0,62 0,65 0,68 0,69 0,71
5. Bangunan 4,69 4,78 5,04 5,52 5,62
6. Perd. Hotel & Restoran 10,51 10,01 9,98 10,07 10,16
7. Angkutan dan Kom. 2,53 2,67 2,79 2,94 3,17
8. Bank & Lemb. Keuangan 5,32 6,10 6,11 6,23 6,33
9. Jasa-jasa 10,98 11,53 11,66 12,75 12,85
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Bantaeng, 2008
Sektor-sektor lain yang cukup besar peranannya terhadap perekonomian di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2007 masing-masing adalah sektor perdagangan sebesar 10,16 persen, sektor jasa-jasa 12,85 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 6,33 serta sektor bangunan 5,62.
Struktur ekonomi Kabupaten Bantaeng seperti terlihat pada Tabel 12 diatas dimana peranan sektor pertanian terjadi pergeseran dari 61,34 persen tahun 2003 menjadi 57,85 persen pada tahun 2007, berarti adanya peningkatan peranan beberapa sektor selain pertanian. Penurunan sumbangan sektor pertanian ini pada total PDRB disebabkan oleh karena subsektor yang mendukung sektor pertanian juga mengalami penurunan, disamping itu juga adanya kenaikan peranan sektor selain pertanian pada tahun 2007 cukup berarti yaitu sektor jasa- jasa dari 10,98 persen menjadi 12,85 pada tahun 2007 terlihat pada tabel diatas.
2.6.4.    PDRB Perkapita
Dengan berkembangnya perekonomian Kabupaten Bantaeng dan melambatnya pertambahan jumlah penduduk akan berdampak pada peningkatan PDRB perkapita. Namun demikian angka tersebut tidak menggambarkan penerimaan penduduk secara nyata, karena angka itu hanya merupakan rata-rata.
Tabel 13. Rata-rata PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Bantaeng dan Sul-Sel Tahun 2003-2007 (Rupiah)       
Tahun Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
2003 3.877.198 5.176.290
2004 4.172.136 5.776.921
2005 4.617,443 6.943,005
2006 5.267.781 7.982.346
2007 5.752.741 * 0
Sumber: BPS Kab. Bantaeng, 2008., *) Angka Prediksi
Dengan tahun 2003 PDRB Perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng meningkat cukup pesat. Pada tahun 2003 PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Bantaeng sebesar Rp. 3.887.198 meningkat menjadi Rp. 5.752.741 pada tahun 2007 atau naik rata-rata tiap tahun 8,89 persen.
Dibandingkan dengan PDRB Perkapita Penduduk Sulawesi Selatan, PDRB Perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng, relatif lebih rendah. PDRB Perkapita Penduduk Sulawesi Selatan secara keseluruhan tercatat sekitar Rp.7.982.346 pada tahun 2006, atau perbedaan perkapita dengan Kabupaten Bantaeng sebesar 2.714.565 rupiah.
2.7.    Pemerintahan Umum
Kabupaten Bantaeng merupakan satu diantara 28 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yang dibentuk berdasarkan undang-undang No. 29 tahun 1959 tentang Pembentukan Otonomi Daerah- Daerah Tk.II di Sulawesi.
Kewenangan daerah mengalami perkembangan lebih lanjut dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999. Jiwa dari undang undang tersebut adalah otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar akan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan daerah menurut pasal 7 UU No. 22 tahun 1999 mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam -bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiscal ,agama, serta kewenangan bidang lain.
Sedangkan menurut paal 11 ayat (2) diatur dalam bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, Pertanian, perhubungan, industri dan perdangangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koprasi dan tenaga kerja.
Sejalan dengan pelaksanaan undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 dan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan, maka kabupaten Bantaeng telah menetapkan susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) instansi pemerintah dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng dengan Peraturan Daerah (Perda) yaitu:
  1. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 2 tahun 2001 tentang pembentukan dan susunan organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bantaeng
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 3 tahun 2001 tentang pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bantaeng
  3. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 1 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan dalam Kabupaten Bantaeng
  4. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 2 tahun 2002 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu
  5. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 01 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Bantaeng
  6. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 02 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat DPRD Kabupaten Bantaeng
  7. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 03 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantaeng.
  8. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 04 tahun 2003 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Koprasi dan PM Kabupaten Bantaeng
  9. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 05 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Keija Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
  10. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 06 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerafr Kabupaten Bantaeng
  11. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 07 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas PU dan Kinpraswil Kabupaten Bantaeng
  12. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 08 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantaeng
  13. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 09 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng
  14. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 10 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bantaeng
  15. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 11 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Bantaeng
  16. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 12 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanahan Kabupaten Bantaeng
  17. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 13 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantaeng
  18. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 14 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian Perdangangan, Pertambagan dan Energi Kabupaten Bantaeng
  19. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 15 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BKD dan Diklat Kabupaten Bantaeng
  20. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 16 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penelitian dan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantaeng
  21. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 17 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Bantaeng
  22. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 18 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor PMD Kabupaten Bantaeng
  23. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 19 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Penerangan dan Pengelola Data Elektronik Kabupaten Bantaeng
  24. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 20 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja kantor Tata Ruang dan Wasbang Kabupaten Bantaeng
  25. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 21 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Bantaeng
  26. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Bantaeng
  27. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng nomor 23 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Bantaeng.
Perkembangan lebih lanjut, sejalan dengan pelaksanaan undang-undang Nomor 22 tahun 1999. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Tentang Peningkatan Daerah dan sesuai dengan perkembangan, maka kabupaten Bantaeng telah menetapkan susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) instansi pemerintah dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng dengan Peraturan Daerah (Perda) yaitu:
28. Peraturan Daerah nomor 24 Tahun 2007. Tentang Urusan Pemerintahan daerah Kabupaten Bantaeng
29. Peraturan Derah nomor 25 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Organisasi Kedudukan, Tugas dan Fungsi Sekretariat Derah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bantaeng
30. Peraturan Derah nomor 26 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Organisasi Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Derah Kabupaten Bantaeng
31. Peraturan daerah nomor 27 Tahun 2007. Tentang Tentang Pembentukan Organisasi Kedudukan, Tugas dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bantaeng
Struktur Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng pada Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Dinas-dinas yang ada di Kabupaten Bantaeng adalah:
  • Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
  • Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
  • Dinas Koprasi dan UKM
  • Dinas Kesehatan
  • Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
  • Dinas PU dan Kimpraswil
  • Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
  • Dinas Pertanian dan Kehutanan
  • Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
  • Dinas Perhubungan dan infokom
  • Dinas Perindustrian Pertambangan dan Energi
  • Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Badan Pemerintahan terdiri atas:
  1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
  2. Inspektorat Kabupaten
  3. Badan Kepegawaian Daerah
  4. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
  5. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan
  6. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah
  7. Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
  8. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
  9. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
  10. Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
  11. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
  12. Kantor Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Anwar Makkatutu
Sekretariat Daerah terdiri atas:
  • Asisten Bidang Pemerintahan
  • Asisten Bidang Eknomi Pembangunan
Asisten Bidang Administrasi Sekretariat DPRD terdiri atas:
  • Bagian Umum
  • Bagian Humas dan Protokol
  • Bagian Keuangan
Berdasarkan data Tahun 2007, kecamatan yang ada di Kabupaten Bantaeng adalah Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Uluere, Kecamatan Pa'jukukang, Kecamatan Eremerasa, Kecamatan Sinoa dan Kecamatan Gantarangkeke.
Sekian postingan tentang bab II dari rpjpd kabupaten bantaeng, semoga dapat berguna dan bermanfaat untuk pembaca serta untuk masyarakat kabupaten bantaeng. Salam BUTTA TOA dan tetap selalu ikuti http://sistempengetahuansosial.blogspot.com/.
Baca juga :
BAB I RPJPD Kabupaten Bantaeng
BAB III RPJPD Kabupaten Bantaeng
BAB IV RPJPD Kabupaten Bantaeng
BAB V RPJPD Kabupaten Bantaeng
BAB VI RPJPD Kabupaten Bantaeng


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Sistempengetahuansosial Updated at: 5:00:00 PM

Cari di Google